Menanti Langkah Kolektif Menghadapi Krisis Iklim

- 14 Juli 2022, 22:13 WIB
Ilustrasi krisis iklim
Ilustrasi krisis iklim /

Sejak 1995, para pemimpin dunia bertemu secara langsung setiap tahunnya untuk membahas respon global terhadap krisis iklim. Agenda ini dikenal sebagai Conference of the Parties (COP) atau Konferensi Para Pihak. Para pihak yang dimaksud adalah lebih dari 190 negara yang telah menandatangani Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). COP-UNFCCC adalah konvensi terbesar di bawah naungan PBB, yang bertujuan menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat tertentu dari kegiatan manusia yang membahayakan sistem iklim. 

COP teranyar diselenggarakan akhir tahun 2021 lalu. Dalam gelarannya yang ke-26, COP yang dihelat di Glasgow, Skotlandia, mengusung tema Leading Action Together Climate. COP26 memiliki empat fokus isu pembahasan, yaitu pentingnya peralihan ke mesin kendaraan listrik, mengakhiri deforestasi dengan bantuan keuangan, penyusunan aturan untuk pasar karbon global, dan mobilisasi dana untuk negara-negara berkembang (Widayanti, n.d.).

COP26 menjadi krusial sejak Perjanjian Paris yang disepakati dalam COP21 pada 2015 lalu. COP26 diharapkan dapat memberikan hasil pada beberapa poin utama, yakni pendanaan dari negara-negara maju untuk menanggulangi perubahan iklim; kompensasi dari negara-negara maju atas dampak yang akan menimpa mereka; dana dari kelompok negara maju untuk membantu negara berkembang dalam menerapkan ekonomi yang lebih ramah lingkungan; serta memastikan komitmen setiap negara untuk mencapai target nol emisi di tahun 2050 dan pengurangan karbon secara progresif pada 2030. COP26 juga terasa berbeda karena melibatkan partisipasi inklusif dari beragam golongan, seperti aktivis lingkungan, civil-society organization (CSO), pelaku bisnis, kelompok agama, ilmuwan, hingga masyarakat adat. Ini langkah positif, karena menghadapi risiko krisis iklim perlu kerja kolektif.

Dalam upaya menyelamatkan Bumi dari krisis iklim, manusia modern perlu lebih aware terhadap permasalahan ini. Upaya mengurangi emisi GRK harus dilaksanakan bersama agar tercipta pencegahan pemanasan global secara massif. Jejak emisi karbondioksida dalam atmosfer dapat dikurangi dengan cara melakukan peningkatan efisiensi energi bahan bakar dan mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif manusia. Pengalihan penggunaan bahan bakar alternatif untuk transportasi, seperti biosolar, biofuel, merupakan langkah efektif dalam cara mengurangi emisi karbon. Langkah itu tak mungkin lagi ditunda, karena menundanya hanya akan menyebabkan krisis semakin parah.

 

 

Ersa Dwiyana & Novi Rahayu Saputri

Mahasiswa Pembangunan Sosial FISIP Untan, fellows Gemawan



Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x