China Tutup Pintu Impor Limbah, Indonesia akan Kewalahan

- 14 Desember 2020, 06:00 WIB
Ilustrasi sampah.
Ilustrasi sampah. /pixabay/

Pemerintah Indonesia menargetkan industri plastik dalam negeri dapat memproduksi bahan bekas sendiri tanpa harus mengimpor dari tempat lain pada tahun 2026, sementara tujuan yang sama untuk industri kertas akan tercapai pada tahun 2030.

“Tapi tidak bisa (semudah) membalikkan telapak tangan. Ada ekosistem yang harus disiapkan, sampah bisa ditambah, masyarakat juga harus didorong untuk memilah sampah,” kata Novrizal Tahar yang juga menyoroti kendala pengelolaan sampah di Indonesia.

Indonesia, yang memanfaatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dalam sistem pengelolaan sampahnya, telah berhasil mengolah sekitar 80 persen dari total sampah domestik, dengan pemerintah menargetkan 100 persen sampah akan diproses pada tahun 2025.

Menurut Aretha Aprilia, manajer proyek di CDM Smith, sebuah perusahaan konstruksi dan teknik swasta global di bidang lingkungan, air, energi, transportasi, dan fasilitas, hampir setiap kota di Indonesia memiliki TPA sendiri.

“Untuk kondisi seperti Indonesia, yang paling tepat adalah bikin sanitary landfill dulu step by step; ambil langkah kecil karena kalau mau terjun langsung ke (teknologi) waste to energy, kemampuan finansial kita masih kurang,” katanya.

Sementara itu, menurut Danny Marks ahli kebijakan lingkungan asal Universitas Dublin, mengatakan bahwa daur ulang sampah berdampak buruk bagi ekonomi Asia Tenggara karena dampak negatifnya terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.

“Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang dari polusi udara yang disebabkan oleh pabrik daur ulang. Tapi juga polusi plastik di laut bisa merusak pariwisata,” kata Danny Marks.

Pria yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian tentang tata kelola lingkungan di Asia Tenggara tersebut mengatakan hal tersebut telah berkontribusi pada memburuknya air limbah di dekat Bangkok, yang merusak produksi budidaya perikanan di hilir

Baca Juga: Wali Kota Risma Ditawarkan Jadi Menteri Sosial

Dia menambahkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengurangi separuh permintaan plastik daur ulang di wilayah tersebut, karena resesi ekonomi telah mengurangi permintaan minyak, yang pada gilirannya menurunkan harga plastik baru.

Halaman:

Editor: Suryadi

Sumber: SCMP pikiranrakyat-bekasi.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah