PA 212 Minta PDIP Dibubarkan usai Megawati Minta Sejarah 1965 Tentang PKI Diubah

27 November 2020, 17:34 WIB
Ketua Umum PDIP Megawati / /Instagram.com/@ibumegawati/

WARTA PONTIANAK - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim diminta ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk meluruskan sejarah Peristiwa 1965.

Tentu saja permintaan Megawati ini menuai berbagai respons baik itu pro maupun kontra.

Persaudaraan Alumni (PA) 212 juga memberikan responsnya. Bahkan PA 212 meminta agar PDI Perjuangan (PDIP) dibubarkan karena hal tersebut.

Novel Bamukmin menuding Megawati diduga ingin mengubah sejarah.

Wasekjen PA 212, Novel Bamukmin menyebutkan Megawati secara khusus ingin mengubah sejarah mengenai keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 silam.

Baca Juga: Amankan Demo Buruh & Ormas Muslim PA 212 Aksi 211, Polri Siapkan 7.766 Personel Gabungan

Lebih lanjut, seperti diberitakan Fix Makasar.com berjudul "Megawati Dituding Ingin Ubah Sejarah 1965 Tentang PKI, PA 212 Minta PDIP Dibubarkan" Novel juga menyebut bahwa pada peristiwa 1965 tersebut umat Islam telah berjuang melawan PKI. Sehingga menurutnya, keinginan Megawati tersebut hanya akan memojokkan perjuangan umat Islam selama ini.

ia juga menegaskan, PA 212 tidak akan tinggal diam menanggapi hal tersebut bahkan menyatakan akan melawan keinginan Megawati tseperti saat polemik Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) beberapa saat lalu.

Menanggapi isu tersebut, Pakar hukum tata negara Refly Harun mengakui, memang banyak sejarah di Indonesia yang harus diluruskan tapi bukan untuk membela PKI karena memang sudah tidak sejalan dengan ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

"Bukan untuk membela PKI karena kita sudah sepakat melarang ajaran itu karena kita anggap tidak sesuai dengan Pancasila tapi sejarah harus memang betul-betul disajikan dengan baik," ujar Refly.

Baca Juga: Tak Patuhi Instruksi Megawati, PDIP Pecat Kader Seniornya

Namun, sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Jumat, 27 November 2020, Refly juga mentakan bahwa dirinya tidak setuju jika penulisan ulang sejarah dilakukan oleh seorang Menteri dalam hal ini adalah Nadiem Anwar Makarim yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

"Penulisan sejarah itu tidak bisa dilakukan oleh seorang menteri, karena menteri itu juga tidak paham apalagi Nadiem mengatakan 'saya mungkin tidak paham masa lalu tapi saya tahu masa depan'," tuturnya.

Refly juga menilai bahwa Nadiem tidak mau dan tertarik dengan pelajaran sejarah apalagi sejarah di Indonesia karena Nadiem menghabiskan sebagian besar waktunya sebelum menjadi Menteri di luar negeri.

"Bagi dia itu tidak terlalu penting mungkin, ya walaupun sejarah itu penting karena membentuk karakter bangsa dan dapat mengetahui bagaimana asal mula kita dan lain sebagainya, sejarah itulah yang kemudian membuat negara kita menjadi bangsa yang punya semangat," ungkapnya.

Baca Juga: Megawati sebut Jakarta Kini Amburadul Dipimpin Anies, Ini Jawaban Wagub DKI Jakarta

Menurut Refly jika penulisan ulang sejarah memang secara urgensi betul-betul diperlukan, seharusnya kegiatan tersebut melibatkan para pakar dan peneliti. Namun dalam hal ini ia menyebut bahwa negara juga harus terima, jika nantinya hasil penelitian tersebut bertolak belakang dari sejarah yang selama ini dipelajari.

"Makanya jangan heran pada era orde baru jangan coba-coba membuat skenario, selain yang sudah diberitakan film pemberontakan G30S PKI, itu kalian akan menghadapi konsekuensi kan," ucapnya.

Dalam video tersebut Refly juga kembali menegaskan bahwa seorang Menteri tidak dapat diperintahkan untuk membuat, meluruskan, atau menulis ulang sebuah sejarah yang diinginkan pihak tertentu.

"Katakanlah yang diinginkan oleh Megawati dan PDIP, tidak bisa begitu, sejarah itu harus ditulis orang yang memang menelitinya secara benar dan baik, serta iklim demokratis sebuah negara harus bagus apapun hasilnya nanti," tegasnya.

Baca Juga: Tokoh Ulama ini Doakan Megawati dan Jokowi Pendek Umur, Jamaah Kompak Mengamini

Namun demikian, Refly juga menyebut bahwa permintaan Novel untuk membubarkan partai politik PDIP karena hal tersebut tidak akan semudah yang dia kira.

"Menurut saya tidak gampang, hanya pemerintah yang bisa mengajukan pembubaran partai politik, itupun kalo asas, tujuan, program, dan kegiatan partai tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, kalau tidak ya nggak bisa," ungkapnya.

"Tapi kita tahu pembubaran, hanya di MK dan yang memintanya adalah pemerintah, bisa gak kira-kira jaksa agung sebagai pengacara negara meminta pembubaran PDIP, kan gak mungkin ya, jauh panggang dari api, wacana boleh tapi realistis sedikit." imbuhnya.***

Editor: Faisal Rizal

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler