Misalnya, masyarakat di daerah Ponorogo sering mengaitkan Kuda Lumping dengan pemberontakan Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda. Atraksi kuda lumping yang energik dan penuh semangat ini dianggap sebagai representasi kegigihan para pejuang tersebut.
Unsur Spiritual dan Ritual:
Pandangan lain mengaitkan Kuda Lumping dengan kepercayaan masyarakat Jawa terhadap roh leluhur dan makhluk halus. Kuda lumping dianggap sebagai media untuk berkomunikasi dengan mereka.
Hal ini terlihat dari adanya ritual tertentu yang dilakukan sebelum atau sesudah pertunjukan di beberapa daerah. Misalnya, di daerah Banyuwangi, kuda lumping sering ditampilkan dalam upacara bersih desa sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur dan penjaga desa.
Baca Juga: Beredar Isu Kayong Utara Akan Kembali ke Ketapang, Begini Penjelasan Penggiat Sosial Budaya
Atraksi yang Memukau dan Penuh Detail
Pertunjukan Kuda Lumping tak sekadar penari yang menunggangi kuda anyaman. Ada banyak detail menarik yang membuat tarian ini semakin memikat:
Properi Kuda yang Unik:
Kuda dalam Kuda Lumping bukanlah kuda sungguhan, melainkan kuda tiruan yang disebut "jaran kepang." Kuda kepang dibuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya, dibentuk menyerupai kuda, dan dihias dengan apik.
Hiasannya bisa berupa kain berwarna warni, manik-manik, ekor dari pelepah kelapa, hingga rambut buatan dari tali plastik yang dikepang atau digelung, sesuai dengan julukannya "kepang."