Representasikan Nepotisme, MK Disinyalir Langgar Kode Etik

- 24 Oktober 2023, 20:42 WIB
Rifqi A Furqon (Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Semester 7 IAIN Pontianak)
Rifqi A Furqon (Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Semester 7 IAIN Pontianak) /Tangkapan Layar/

WARTA PONTIANAK – Fenomena Disenting Opinion atau keberbedaan pendapat dalam tubuh MK saat ini telah menjadi perhatian publik.

Putusan nomor redaksi ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya berbunyi "berusia paling rendah 40 tahun" diubah menjadi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Perubahan ini memberikan kesan tendensi kepada Gibran yang digadang-gadang akan menjadi  cawapres, sebab ketika enam dari sembilan hakim menolak petitum yang diajukan oleh pemohon mengapa permohonan tersebut justru dikabulkan?.

Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Anwar Usman ditenggarai memberikan red carpet kepada keponakannya yakni Gibran yang saat ini tengah menjabat sebagai Wali Kota Solo.

 

 

Mengingat kebutuhan Gibran adalah mencalonkan diri sebagai wakil presiden, namun terhambat prasyarat umur yang belum mencukupi, namun disiasati dengan menambah redaksi pernah menjabat sebagai kepalah daerah, tentunya telah  memantik publik untuk berasumsi bahwa adanya relasi keluarga antara Gibran dan Anwar bisa jadi sebab redaksi tersebut ditambahkan.

Ahli hukum tata negara Feri Amsari dari Universitas Andalas menilai, Anwar Usman bisa dilaporkan atas dugaan pelanggaran  etik terkait putusan batas usia minimum capres-cawapres.

Sebab, Anwar inkonsisten dalam memutus perkara yang berkaitan dengan kepentingan Gibran keponakannya.

Halaman:

Editor: Yuniardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x