Mahasiswa yang Laporkan Rektor ke KPK Diskors Kampus

- 19 November 2020, 07:00 WIB
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah menunjukkan surat skors atau pengembalian salah seorang mahasiswanya, Frans Napitu, kepada orang tuanya di Semarang, Senin.
Dekan Fakultas Hukum Unnes Rodiyah menunjukkan surat skors atau pengembalian salah seorang mahasiswanya, Frans Napitu, kepada orang tuanya di Semarang, Senin. // ANTARA/I.C. Senjaya /

WARTA PONTIANAK - ‎Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama 17 YLBHI-LBH Kantor se-Indonesia, mengecam sikap  Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang yang mengeluarkan skorsing kepada mahasiswanya yang melaporkan rektor atas dugaan tindak pidana korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Seperti diketahui, ‎ Frans Napitu (FN) adalah mahasiswa Fakultas Hukum UNNES yang aktif  dalam upaya reformasi kampus di Unnes. FN juga beraktivitas sebagai volunteer YLBH-LBH Semarang dan banyak terlibat dalam kerja-kerja pemenuhan dan perlindungan hak-hak masyarakat di Semarang dan Jawa Tengah. 

Pada Jumat, 13 November 2020, FN melaporkan Rektor Unnes Fathur Rohman atas dugaan tindak pidana korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Atas laporan tersebut, sebagaimana diberitakan pikiran-rakyat.com, FN lalu mendapatkan skorsing dari Dekan Fakultas Hukum Unnes. Sehubungan dengan skorsing yang termuat dalam surat Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES) tertanggal 16 November 2020 dengan nomor T/7658/UN37.1.8/KM/2020 tentang pengembalian pembinaan moral karakter Frans Josua Napitu (Volunter YLBH-LBH Semarang) kepada orang tua (Skorsing), maka YLBHI bersama bersama dengan 17 YLBH-LBH kantor mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap.

"Mengecam sikap anti-demokrasi yang ditunjukkan oleh Dekan FH UNNES. Skorsing kepada FN adalah bentuk kedangkalan berpikir yang berbahaya bagi demokrasi Kampus," kata Muhamad Isnur dari YLBHI dalam keterangan tertulis bersama tersebut, Rabu 18 November 2020. Laporan FN, lanjurnya, merupakan bentuk‎ partisipasi mahasiswa untuk mewujudkan dunia akademik yang bersih dan berintegritas. 

Baca Juga: Komnas HAM Minta Presiden Tarik Kembali RPerpres Penanganan Aksi Terorisme Oleh TNI

"Partisipasi itu dijamin di dalam pasal 28 C ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya," ucapnya. Laporan FN kepada KPK adalah bentuk partisipasi FN kepada pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Unnes sebagai lembaga pendidikan seharusnya mendukung FN bukan justru mengeluarkan skorsing hanya demi nama baik Rektor.

Tak hanya itu, alasan skorsing dengan menuduh FN sebagai simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah alasan yang tidak berdasar dan dibuat-buat. Tuduhan tersebut adalah tuduhan lama yang kembali dinaikkan. Alasan tersebut berusaha mengaburkan sebab melaporkan rektor atas dugaan tindakan korupsi sebagai alasan sebenarnya pemberian skorsing. 

"Memberikan sanksi dengan tuduhan yang dibuat-buat dan tidak berdasar telah menciderai Kampus sebagai ruang berpikir. Perbuatan Dekan FH Unnes sangat berbahaya bagi kemerdekaan berpikir mahasiswa," ujarnya. Kampus sebagai lembaga akademik seharusnya melindungi kemerdekaan berpikir mahasiswa bukan justru menggunakan kekuasaan  untuk mengintimidasi kemerdekaan berpikir, mengeluarkan skorsing, bahkan sangat mungkin melakukan drop out dengan alasan yang dibuat-buat. 

Halaman:

Editor: Suryadi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x