Komnas HAM Minta Presiden Tarik Kembali RPerpres Penanganan Aksi Terorisme Oleh TNI

- 18 November 2020, 20:36 WIB
Beka Ulung  Hapsara saat menjadi pembicara
Beka Ulung Hapsara saat menjadi pembicara /Istimewa/Warta Pontianak

WARTA PONTIANAK – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk menarik kembali Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) dalam Menangani Aksi Terorisme untuk segera diperbaiki.

“Presiden agar menunda menandatangani RPerpres sebelum dipastikan adanya kebijakan yang jelas dan sesuai prinsip negara hukum dan HAM, serta mengedepankan criminal justice system”, demikian pernyataan Beka Ulung Hapsara, Komisinoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Periode 2017-2022 dalam Webinar yang diselenggarakan MARAPI Consulting & Advisory bekerjasama dengan Center for International Relations Studies (CiReS), LPPSP, Universitas Indonesia pada 17 November 2020, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Pontianak, Rabu 18 November 2020.

Baca Juga: PM Pakistan Imran Khan Tegas Tolak Akui Israel Meski Ditekan Negara Lain

Beka menyatakan bahwa Komnas HAM tidak pernah menolak pelibatan TNI, tetapi memastikan seberapa jauh dan seberapa besar peran TNI. Komnas HAM sendiri melihat RPerpres bertentangan dengan pendekatan hukum yang menjadi paradigma UU No 5 Tahun 2018 dan UU No 34 Tahun 2004 yang menekankan aspek pelibatan TNI yang bersifat bersifat perbantuan (adhoc) dan memiliki sumber anggaran dari APBN. RPerpres ini masih bercirikan pendekatan war model yang berpotensi memunculkan pelanggaran HAM.

 “RPerpres ini akan melahirkan tumpeng tindih dalam tata kelola dan penanganan terorisme dengan kementerian dan Lembaga lain, sehingga Komnas HAM merekomendasikan pelibatan TNI hanya dalam penindakan dengan batasan yang jelas dan kapan akan dikerahkan, sehingga tidak meluas pada penangkalan dan pemulihan,” kata Beka.

Baca Juga: BRI dan INDODAX Lakukan Kerjasama Untuk Metode Deposit Baru

Sebelumnya, Feri Kusuma, Wakil Koordinator I Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam paparannya menyatakan bahwa tidak ingin perpres ini menjadi norma hukum yang memberikan kewenangan yang tumpang tindih antar kementerian dan Lembaga. KontraS dan Koalisi Masyarakat sipil sudah memberikan masukan kepada pemerintah, namun pada draft terakhir yang saya terima, secara substansi belum banyak berubah.

”Karenanya menurut Feri Rperpres ini sangat layak untuk ditunda pembahasannya dan dilakukan revisi dengan memasukkan usulan perbaikan dari berbagai kalangan,” ungkapnya.

Terkait kewenangan penangkalan oleh TNI, Feri mengingatkan bawah sebelum reformasi 1998, TNI memiliki kewenangan penagkalan terhadap ancaman domestic, sehingga mengakibatkan banyak efek negatif, salahsatunya adalah pelanggaran HAM.  Reformasi 1998 telah berhasil mendorong perubahan dan mengatur hubungan antar Lembaga. Karenanya jika penangkalan ini dihidupkan kembali, maka akan kembali ke model di masa lalu. Menurut Feri, perhatian kita kepada RPerpres ini menjadi penting karena ini berhubungan dengan masa depan hukum dan demokrasi kita. Termasuk masa depan reformasi birokrasi TNI. 

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x