Junta Militer Myanmar Bikin RUU Keamanan Dunia Maya, 50 Pemilik Bisnis Protes Keras

- 13 Februari 2021, 18:53 WIB
DEMO MYANMAR - Lebih dari 350 orang, termasuk dokter dan biksu, telah ditahan di Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari.
DEMO MYANMAR - Lebih dari 350 orang, termasuk dokter dan biksu, telah ditahan di Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari. /Nyein Chan Naing / EP/

WARTA PONTIANAK - Sejumlah 50 pemilik bisnis di Myanmar pada Jumat 12 Februari 2021, bersama-sama mengkritik rancangan undang-undang (RUU) baru tentang keamanan dunia maya yang diusulkan oleh pihak junta militer Myanmar.

Kelompok bisnis Myanmar mengatakan bahwa RUU keamanan dunia maya itu akan melanggar hak asasi manusia, melanggar privasi data, dan membatasi inovasi.

Beberapa perusahaan internet dan organisasi masyarakat sipil terbesar di dunia juga telah memberikan peringatan atas rancangan undang-undang tersebut, yang diedarkan ke perusahaan telekomunikasi pada pekan ini setelah tentara merebut kekuasaan dari pemerintah sipil Myanmar dalam kudeta 1 Februari.

Baca Juga: Massa Penentang Kudeta Militer Myanmar Tak Goyah Gelar Aksi Walau Dilarang

Pemerintah belum memberi komentar apa pun tentang RUU atau kritik tersebut.

"RUU itu memasukkan klausul terbuka yang secara serius melanggar hak asasi manusia," kata kelompok bisnis Myanmar dalam sebuah pernyataan. Banyak dari kelompok bisnis yang menyampaikan kritik terhadap RUU itu adalah perusahaan teknologi, Sabtu 13 Februari 2021, dilansir dari Antara.

Mereka mengatakan "RUU" itu membatasi hak untuk membuka inovasi di sektor wirausaha, sektor teknologi informasi, dan sektor bisnis lainnya.

Baca Juga: Telenor Pulihkan Jaringan Internet di Myanmar Seusai Kudeta Militer

Salinan naskah RUU tersebut mencantumkan bahwa tujuan RUU itu termasuk melindungi publik dan mencegah kejahatan dan kerugian negara.

Berdasarkan RUU dunia maya itu, para penyedia internet harus mencegah atau menghapus konten yang dianggap "menyebabkan kebencian, menghancurkan persatuan dan ketenangan", baik berupa "berita atau rumor yang tidak benar" atau tidak sesuai dengan budaya Myanmar.

Lebih dari 160 organisasi masyarakat sipil Myanmar telah mengkritik nasakah RUU keamanan dunia maya tersebut, seperti halnya Asia Internet Coalition, yang anggotanya termasuk Apple, Facebook, Google dan Amazon.

Baca Juga: Kudeta Militer Myanmar, Paus Fransiskus: Solidaritas Dengan Rakyat

Junta Myanmar melarang Facebook dan Twitter beroperasi setelah kedua layanan jejaring sosial itu dianggap menjadi platform bagi para pengkritiknya, tetapi gagal memadamkan protes.

Myanmar adalah salah satu negara paling terisolasi di dunia di bawah kekuasaan militer dari 1962 hingga 2011.

Baca Juga: Kudeta Militer Myanmar, Paus Fransiskus: Solidaritas Dengan Rakyat

Pada 2011, pemerintah semi sipil Myanmar memulai liberalisasi.***

 

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x