Pernikahan Muda dan Anemia jadi Indikator Kasus Stunting di Indonesia

18 Juli 2022, 13:25 WIB
Pernikahan Muda dan Anemia jadi Indikator Kasus Stunting di Indonesia /PRMN/

WARTA PONTIANAK - Pikiran Rakyat Media Network (PRMN) menggelar kegiatan klarifkasi Forum Pimpred bertanya Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjawab "Nikah Muda Bikin Anak Stunting?

Salah satu peserta dari Bandung Raya memulai pertanyaan apakah stunting sama dengan gizi buruk?

Baca Juga: Bina Calon Pengantin, Upaya Tekan Angka Stunting

Menurut Hasto jika stunting lebih fokus pada tinggi badan dengan umur yang memang selama ini dikenal dengan stantet, sedangkan antara berat bedan dengan umur, kemudian antara berat badan dengan tinggi badan.

Dikatakannya, badan kesehatan dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan untuk mengukur stunting masih ke stantet dan belum terhadap dampak terhadap perkembangannya.

"Ketika stunting itu punya konsekuensi 3 yakni stunting pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting, kemudian kemapuan intelektualnya hilang atau terganggu, dan ketika sudah tua sekitar usia 40 hingga 45 akan sering merasa sakit-sakitan," terangnya.

Kesimpulannya,kata Hasto jika stunting tidak produktif dan menjadi beban, dan bukan akan menjadi modal untuk pembangunan, kemudian WHO membuat batasan toleransi yakni stuntingnya tidak melebihi 20 persen.

Baca Juga: Turunkan Angka Stunting, Karolin Ajak Warga Utamakan Gizi Anak

Para peserta juga bertanya seberapa besar presentase stunting anak-anak pada pasangan pernikahan pasangan muda yakni rentang usia 18 hingga 24 tahun yang mana pernikahan muda masih marak terjadi di Indonesia.

Menjawab pertanyaan itu, Hasto menyebut secara total kasus stunting sekarang ini sebesar 24,4 persen, kemudian jika dilihat mereka yang menikah di bawah usia 14 tahun dan hamil di usia tersebut rata-rata 22 per 1000.

Kontribusi dari pernikahan usia muda tersebut, kata Hasto mereka itu masih tumbuh,kemudian harus menumbuhkan orang lain dalam hal ini janin yang dikandungnya, mereka harusnya tulangnya masih tambah panjang dan padat, tetapi terpaksa kalsiumnya diambil oleh bayinya yang ada di dalam rahim untuk membentuk tulang bayinya sehingga akhirnya si ibu menjadi terhambat sendiri.

"Orang yang masih harus tumbuh, malah harus menumbuhkan orang lain yang akhirnya pertumbuhan janinnya mengalami stunting saat lahir," ungkapnya.

Baca Juga: Ini 5 Kabupaten di Kalbar yang Cepat Tanggap Turunkan Stunting

Selain itu banyak juga para remaja putri yang ternyata anemia, dan jumlahnya sekitar 30 persen, karena banyak remaja yang tidak mau tubuhnya gemuk dan mengurangi asupan makan, namun di sisi lain remaja putri yang anemia tersebut mau hamil, akhirnya bayinya mengalami stunting.***

 

 

 

Editor: Faisal Rizal

Tags

Terkini

Terpopuler