Buntut Pernyataan Macron, Ribuan Massa akan Geruduk Kedubes Perancis di Jakarta

30 Oktober 2020, 20:40 WIB
Ilustrasi massa aksi dari FPI, GNPF Ulama, dan PA 212. //Galamedia/

WARTA PONTIANAK - Kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Prancis di Jakarta bakal didatangi dan dikepung oleh ribuan orang pada Senin 2 November 2020.

Aksi unjuk rasa itu untuk mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang tak henti-hentinya memprovokasi dan 'menyerang Islam'.

Guna mengantisipasi hal yang tak diinginkan, 400 personel kepolisian sudah mulai bersiaga di Gedung Kedutaan Besar Prancis, Jalan MH Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 30 Oktober 2020.

Salah satu bentuk antisipasi yang dilakukan kepolisian saat ini sudah juga sudah terlihat kawat berduri dan kendaraan taktis isiagakan di lokasi.

Kapolda Metro Jaya, seperti diberitakan isubogor.com dengan artikel: "Ribuan Orang Bakal Kepung Kedubes Prancis di Jakarta Senin 2 November 2020, Polisi Mulai Antisipasi". Irjen Pol Nana Sudjana sempat memonitor Gedung Kedubes Prancis dari mobil dinasnya. Ia kemudian berbincang dengan anggota yang sedang berjaga di lapangan.

Baca Juga: Pilres AS, SBY Sebut Donald Trump Lebih Baik dari Joe Biden

Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Heru Novianto mengatakan, sejauh ini pihaknya menerima surat pemberitahuan unjuk rasa pada 2 November 2020.

Bila ada massa yang menggelar aksi hari ini, maka akan diarahkan untuk melakukannya bersamaan pada tanggal tersebut.

Sekadar diketahui, Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebutkan bahwa dirinya tidak akan mencegah penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi, memicu kemarahan masyarakat di dunia muslim.

Macron juga dianggap telah menghina Islam atas pernyataannya yang menyebutkan bahwa Islam mengalami krisis di seluruh dunia.

Dia juga menyinggung komunitas muslim di negaranya dianggap sebagai separatis.

Pernyataan Macron itu menimbulkan reaksi beragam di seluruh negara Islam di dunia, termasuk di Indonesia.

Baca Juga: Puluhan Rumah Warga di Sukabumi Porak Poranda usai Diterjang Angin Puting Beliung

 

Persaudaraan Alumni 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama rencana bakal menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kedubes Prancis di Jakarta pada 2 November 2020.

Menanggapi rencana aksi tersebut, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyebut kalau Marcon mengatakan bahwa dunia Islam sedang menghadapi krisis, sebetulnya ada benarnya karena memang sedang menghadapi krisis.

Sebab hingga saat ini belum ditemukan satu konstruksi keagamaan dan sosial yang bisa mengintegrasikan dunia Islam secara damai dan harmonis di seluruh dunia.
"Ada kenyataan itu, nggak bisa dipungkiri. Kalau orang tersinggung, itu karena soal identitas, tapi tidak bisa mengingkari kenyataan memang ada krisis," katanya.

 

"Dunia ini sedang bingung. Kita ini berada di persimpangan jalan, berada di dunia ini, peradaban dunia ini mau ke mana. Dan kita belum menemukan pondasi konsensus untuk peradaban masa depan yang kita inginkan bersama," tuturnya.

Baca Juga: Dihadiri Gatot Nurmantyo, Deklarasi KAMI di Jambi Dibubarkan Polisi

Menurutnya, jika kita harus berintegrasi dengan idealisme Prancis yang menganut paham sekularisme ekstrem, hal itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin.

"Bukan hanya umat Islam yang keberatan, umat Kristen, umat Yahudi juga keberatan untuk menjadi sekularisme ekstrem seperti Prancis".

"Maka kaum sekuler juga harus mau berdialog, bukan hanya kaum beragama saja. Nah ini sesuatu yang harus kita pikirkan dengan kontemplasi yang dalam dan dengan dialog yang benar," tuturnya.

Terkait rencana aksi unjukrasa di Jakarta, Gus Yahya mengatakan bahwa Indonesia harus hati-hati dengan orang-orang yang memperalat agama dan memperalat itu ini untuk kepentingan politik eksklusif.

"Untuk menggalang dukungan politik untuk dirinya sendiri, atau bahkan untuk memicu kekerasan, untuk menghancurkan lawan politiknya. Kita jangan sampai terlibat," katanya.

Baca Juga: Megawati Kritik Kaum Milenial, Demokrat: Hati-hati Menilai Pemuda

Mengenai penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW melalui karikatur, menurut Gus Yahya, pernyataan Macron itu jelas membuat semua orang Islam di seluruh dunia tersinggung.

Bahkan, menurutnya, bukan hanya Nabi Muhammad SAW saja yang dihina dan dilecehkan oleh kelompok ekstremis yang ada di Prancis selama ini.

"Yesus dilecehkan, Musa dilecehkan, semua agama dilecehkan oleh mereka. Ini bukan hanya soal kebebasan berbicara, ini soal penghargaan kepada orang lain untuk berkeyakinan," katanya.

Karena itu, pihaknya menuntut semua orang untuk bisa saling menghormati hak untuk memilih keyakinan dalam beragama.

Baca Juga: Pemerintah Klaim Penanganan Covid-19 Indonesia Ungguli Rata-rata Dunia

"Kalau saya menghina, melecehkan hak Anda, bukan hanya gimana hak Anda sebagai manusia untuk meyakini itu, nah ini yang harus kita apa namanya sampaikan juga," katanya.

Gus Yahya pun menentang tindakan melawan ekstremis di Prancis dengan cara menikam orang yang jelas-jelas tidak bisa bisa terima, walaupun dia mengklaim itu kewajiban untuk membela agama yang dihina.

"Kan nggak bisa begitu. Kalau kita keberatan, kita harus menyatakan keberatan dengan cara-cara yang dilindungi oleh hukum karena cara-cara yang seperti itu hanya memicu instabilitas yang meluas dan tidak terkendali seperti yang terjadi sekarang ini," pungkasnya.***

Editor: Faisal Rizal

Sumber: IsuBogor (PRMN)

Tags

Terkini

Terpopuler