Pernyataan Menaker Ida Fauziyah Dianggap Menghina Buruh Perkebunan

- 4 Desember 2020, 20:18 WIB
Ilustrasi Buruh Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Minta DPR Lakukan Legistatif Review
Ilustrasi Buruh Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Minta DPR Lakukan Legistatif Review / ANTARA/Andi Firdaus Mgid

WARTA PONTIANAK - Baru-baru ini beredar di media online pernyataan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah yang mengatakan tingkat produktivitas pekerja kita di bawah negara pesaing seperti Vietnam.

Ketua Aliansi Buruh Kebun Kalimantan Barat, Firmansyah Jumanto Balasa mengatakan, Menaker tidak melihat kondisi yang sebenarnya. Jika merujuk pada ILO maka harus dibedah dan dilihat secara sektoral masing-masing perusahan, bukan menyeragamkan.

Dijelaskannya jika tidak produktif kenapa kemudian buruh-buruh dapat menciptakan produk-produk yang saat ini digunakan, kemudian bukankah meningkatkan produktivitas buruh menjadi tanggung jawab pemerintah dan perusahan, bukan kemudian menyalahkan buruh.

“Apa yang disampaikan bu Menteri terkesan ingin melepaskan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Tenaga Kerja, selain itu menunjukkan lemahnya fungsi dan peran Kemenaker. Jika merujuk pada buruh perkebunan sawit yang ada, maka pernyataan bu Menteri benar-benar tanpa adanya pemeriksaan atau riset atas kondisi buruh-buruh perkebunan sawit yang ada Indonesia,” ujarnya seperti yang terlulis dalam rilis yang diterima Warta Pontianak, Jumat 4 Desember 2020.

Baca Juga: Tolak UU Cipta Kerja, Buruh dan Mahasiswa Kembali 'Kepung' Gedung DPR RI Siang Ini

Perkebunan sawit yang kini digadang-gadang menjadi salah satu usaha yang memberikan pendapatan negara terbesar dan menjadi andalan devisa negara. Ternyata memilik persoalan pelik dengan para buruh kebunnya. Contoh buruh perkebunan sawit yang ada di Kalimatan secara umum, dikatakan Firmansyah sangatlah memprihatikan.

Ada beberapa tipe buruh perkebunan sawit yakni yang pertama, buruh yang berasal dari masyarakat lokal atau adat yang menjadi buruh perkebunan sawit karena lahan-lahan adat atau lahan-lahan kelola mereka telah beralih keperusahan yang mau tidak mau masyarakat menjadi buruh perkebunan sawit.

Kedua, yang didatangkan dari luar pulau Kalimantan seperti dari Jawa, Nias, Ambon atau Indonesia Timur dan Lombok, didatangkan melalui biro jasa resmi atau juga melalui penyedia jasa lainnya.

Firmansyah menambahkan, baru- baru ini hampir terjadi PHK buruh perkebunan sawit di Kalimantan Timur, dengan alasan buruh ikut aksi penolakkan UU Cipta Lapangan Kerja tanpa adanya tes kesehatan, takut ada yang tertular Covid-19. Bahkan ada buruh perempuan yang terpapar racun cair sehingga hampir buta dan perusahan tidak bertanggung jawab akan hal itu.

Baca Juga: Buruh Tuntut Kenaikan UMP 2021 dan Pembatalan UU Cipta Kerja, Ini Respon Menaker

“Apa yang terjadi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah juga terjadi perusahan-perusahan perkebunan sawit di Kalimantan Barat. Beban kerja yang tinggi, tidak adanya jaminan keselamatan kerja jika terjadi kecelakaan kerja, upah yang di berikan tidak sesuai dengan UMP atau UMK atau juga upah sektoral. Jika bicara produktivitas maka buruh perkebunan sawit yang berkerja sudah di atas kerja produksi,” sambungnya.

Ditegaskannya, bahwa apa yang disampaikan oleh Ida Fauziyah sangat menghina serta merendahkan buruh perkebunan sawit.

“Tanpa buruh tidak ada pendapatan negara yang besar dari sektor sawit, dan tidaklah indonesia menjadi negara pengeksport sawit terbesar di dunia. Kemudian tidak adalah dana yang di kelola oleh BPDPKS yang dana tersebut merupakan hasil kerja keringat buruh perkebunan sawit yang di ambil dari beban kerja yang berat dengan upah murah, jaminan keselamatan kerja relatif tidak ada, dan jaminan masa depan hidup buruh pun penuh dengan ancaman PHK. Dapat di katakan kehidupan buruh-buruh perkebunan sawit jauh dari kehidupan yang layak, apa lagi sejatera,” beber Firmansyah.

Firmansyah meminta pemerintah dalam hal ini Kementrian tenaga kerja mesti turun dan melihat langsung kondisi buruh perkebunan sawit, bukan hanya duduk manis saja, yang kemudian mengeluarkan pernyataan tidak berdasar atas data lapangan yang ada, hanya menyadur dari pihak luar.

Aliansi Buruh Kebun Kalimantan Barat juga menyampaikan lima buah tuntutan, yang pertama, Menteri tenaga kerja Ida Fuaziyah, harus mengklarifikasi dan meminta maaf secara terbuka kepada semua buruh, terutama buruh kebun seluruh Indonesia, khususnya buruh perkebunan sawit.

Kedua, melakukan evaluasi jajaran kementrian agar tidak serampangan dalam mengeluarkan data yang berujung pada kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan buruh perkebunan sawit dan justru merendahkan buruh perkebunan sawit yang telah berkontrubusi pada pendapatan negara.

Baca Juga: Amankan Demo Buruh & Ormas Muslim PA 212 Aksi 211, Polri Siapkan 7.766 Personel Gabungan

Adapun yang ketiga yakni mendesak Pemerintah Pusat mengeluarkan UU khusus buruh perkebunan sawit, yang memberikan perlindungan, pemenuhan hak-hak buruh dan keluarga, upah yang sesuai dengan hidup layak dan sebagainya.

Keempat, melakukan monitoring dan evaluasi bersama dengan buruh perkebunan sawit, baik dengan organisasi serikat buruh independent, hasil tersebut yang kemudian di gunakan untuk melahirkan kebijakan yang menguntungan semua pihak, buruh, perusahan, masyarakat lokal dan lingkungan.

Serta yang terakhir, Aliansi Buruh Kebun Kalbar meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk melakukan evaluasi kinerja Kementrian Tenaga Kerja, yang telah seenaknya menuduh buruh tidak produktif.

“Sebagai organisasi buruh perkebunan sawit, kami mengerti dan sangat paham bagaimana penderitaan yang di alami oleh kawan-kawan buruh perkebunan sawit. ILO telah memiliki data bagaimana kondisi buruh perkebunan sawit. Bagaimana kondisi kerja yang di alami oleh buruh perkebunan sawit, khususnya di Kalimantan Barat, dan lain-lainnya,” tutupnya.***

Editor: M. Reinardo Sinaga


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah