Toleransi di Indonesia Jadi Tantangan Tak Terselesaikan

- 17 November 2020, 05:43 WIB
Ilustrasi Hari Toleransi Internsional.
Ilustrasi Hari Toleransi Internsional. /Foto: Pixabay/johnhain/

WARTA PONTIANAK – Sejak 24 tahun yang lalu setiap 16 November, dunia memperingati hari toleransi internasional, mengikuti ketetapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebagaimana maksud awal ditetapkannya Hari Toleransi merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan situasi toleransi yang ditandai dengan penerimaan, pengakuan, dan inklusi atas seluruh identitas agar dapat hidup berdampingan secara damai (peaceful co-existence) dalam perbedaan. 

Sehari sebelum Hari Toleransi Internasional, Presiden Joko Widodo menyampaikan tentang pentingnya toleransi pada hari terakhir KTT ASEAN ke-37, 15 November 2020. Melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, Presiden menyampaikan keprihatinan masih terus terjadinya intoleransi beragama dan kekerasan atas nama agama.  

Terkait hal tersebut, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataannya.

Menurut SETARA, keprihatian yang dinyatakan oleh Presiden merupakan kondisi faktual, khususnya dalam konteks Indonesia.

Intoleransi beragama dan kekerasan atas nama agama yang disampaikan oleh Presiden merupakan masalah serius yang dihadapi, khusus oleh bangsa dan pemerintah Indonesia sendiri. Sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, Presiden Jokowi memiliki segala kewenangan politik dan hukum yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan terukur dalam kerangka demokrasi untuk mengatasi persoalan akut intoleransi di Indonesia. 

Baca Juga: Tenaga Pendidik Non-PNS Ikut Dapat Bantuan Subsidi Upah

“Kedua, SETARA Institute ingin kembali mengingatkan bahwa keberhasilan Jokowi menjadi Presiden RI pada 2014 sempat memunculkan harapan baru, setelah selama satu dekade di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kondisi kebebasan beragama/berkeyakinan mengalami stagnasi. Namun, merujuk pada situasi objektif terkini, harapan publik terhadap Pemerintahan Jokowi memudar,” ungkap Halili Hasan, Direktur Riset SETARA Institut, dalam keterangan pers yang diterima Warta Pontianak, Selasa 17 November 2020.

Menurutnya, periode pertama kepresidenan Jokowi tidak menghasilkan teroboson yang signifikan dalam pemajuan toleransi dan kebebasan beragama/berkeyakinan. Alih-alih membangkitkan harapan publik, tahun pertama periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi justru menunjukkan lemahnya kepemimpinan nasional dalam jaminan hak untuk beragama/berkeyakinan secara merdeka sesuai dengan Konstitusi.  

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x