Nepotisme: Luka Demokrasi dan Meritokrasi

- 28 Februari 2024, 21:30 WIB
Ilustrasi korupsi, kolusi, nepotisme, pemerasan seksual di Indonesia.
Ilustrasi korupsi, kolusi, nepotisme, pemerasan seksual di Indonesia. /PIXABAY/kopikeeran/sajinka2

WARTA PONTIANAK – Nepotisme, praktik menjijikkan yang menggerogoti fondasi keadilan dan meritokrasi, bagaikan kanker yang menjangkiti berbagai sektor kehidupan masyarakat.

Di balik topeng kepedulian dan kedekatan, nepotisme menyembunyikan agenda terselubung untuk memberikan keuntungan yang tidak adil kepada keluarga dan teman dekat, tanpa mempedulikan kualifikasi dan kemampuan mereka.

Bentuk-bentuk Nepotisme yang Beragam:

  • Pengangkatan "Anak Emas": Posisi jabatan yang seharusnya diduduki oleh individu kompeten dirampas dan diserahkan kepada "anak emas" tanpa kualifikasi, hanya karena hubungan darah atau pertemanan.

Keuntungan Finansial

  • Bisnis: Alih-alih melalui proses kompetitif yang transparan, nepotisme membuka jalan bagi keluarga dan teman dekat untuk mendapatkan keuntungan finansial dan bisnis yang tidak sepatutnya.
  • Perlindungan "Orang Dalam": Nepotisme bagaikan jubah pelindung yang menyelubungi keluarga dan teman dekat dari konsekuensi negatif atas tindakan mereka, menciptakan sistem yang tidak adil dan penuh dengan impunitas.

Baca Juga: Representasikan Nepotisme, MK Disinyalir Langgar Kode Etik

Dampak Nepotisme yang Meluas

  • Merampas Kesempatan Orang Kompeten: Nepotisme bagaikan tembok kokoh yang menghalangi individu kompeten dan berbakat untuk meraih kesempatan yang seharusnya menjadi hak mereka. Meritokrasi, pilar fundamental kemajuan, terkubur dalam lumpur nepotisme.
  • Ketidakadilan dan Ketidaksetaraan: Nepotisme melahirkan jurang ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang semakin dalam. Kepercayaan publik terhadap sistem dan aturan yang ada terkikis, digantikan oleh rasa frustrasi dan kekecewaan.
  • Kinerja Organisasi dan Institusi yang Terancam: Ketika nepotisme merajalela, kinerja organisasi dan institusi menjadi taruhannya. Keputusan yang didasari oleh hubungan keluarga dan pertemanan, bukan kompetensi, menghambat kemajuan dan mengantarkan organisasi menuju kehancuran.
  • Kepercayaan Publik yang Tergerus: Nepotisme bagaikan racun yang perlahan menggerogoti kepercayaan publik terhadap sistem dan aturan yang ada. Rasa frustrasi dan kekecewaan masyarakat dapat memicu berbagai gejolak sosial dan politik.

Melawan nepotisme bukan hanya tugas segelintir orang, tetapi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.

Baca Juga: Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Kolusi dan Nepotisme, Gibran: Monggo Silahkan

Dengan meningkatkan kesadaran, mendorong reformasi sistemik, dan membangun budaya anti-nepotisme, kita dapat membangun masa depan yang lebih adil dan meritokratis bagi generasi berikutnya. ***

Editor: Yuniardi

Sumber: Rifqi Al Furqon


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah