WARTA PONTIANAK – Relativisme, bagaikan kaleidoskop pemikiran, menawarkan berbagai perspektif untuk memahami realitas di sekitar kita.
Jauh dari konsep yang sederhana, relativisme mengundang kita untuk menjelajahi lautan keragaman budaya, nilai, dan keyakinan, menantang asumsi yang mengakar kuat, dan membuka ruang untuk dialog yang mencerahkan.
Di jantung relativisme terletak keyakinan bahwa kebenaran tidak bersifat absolut dan universal.
Alih-alih menjadi kompas tunggal yang menuntun semua manusia, kebenaran terurai menjadi mozaik pemahaman yang dipengaruhi oleh konteks, budaya, dan pengalaman individu.
Prinsip ini menantang gagasan tentang moralitas yang dipaksakan secara universal, membuka ruang untuk menghargai keragaman etika dan tradisi yang ada di berbagai belahan dunia.
Contohnya, masyarakat Suku Asli di pedalaman Amazon mungkin memiliki sistem nilai dan keyakinan animisme yang berbeda dengan masyarakat modern di kota-kota besar.
Norma sosial tentang pakaian yang sopan di negara Timur Tengah pun jauh berbeda dengan norma di negara Barat.
Relativisme membantu kita untuk memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan ini, daripada memaksakan pandangan kita sendiri kepada orang lain.
Namun, relativisme bukan berarti kita harus menerima semua keyakinan dan nilai sebagai sama benarnya.