Kebijakan Uni Eropa Bisa Pengaruhi Penundaan Vaksinasi di Jepang

- 2 Februari 2021, 20:07 WIB
Tenaga kesehatan menunjukkan vaksin Sinovac. Anak-anak sampai sekarang belum dapat izin divaksinasi karena Vaksinasi unruknusia 18-59 tahun.*
Tenaga kesehatan menunjukkan vaksin Sinovac. Anak-anak sampai sekarang belum dapat izin divaksinasi karena Vaksinasi unruknusia 18-59 tahun.* /Dika Febriawan/Warta Pontianak

WARTA PONTIANAK - Menteri Jepang, Taro Kono yang bertanggung jawab atas kampanye vaksinasi mengatakan, kebijakan Uni Eropa (EU) untuk membatasi ekspor vaksin virus corona dapat menunda upaya imunisasi di Jepang. Sementara itu, pemerintah Jepang diperkirakan akan memperpanjang masa keadaan darurat dalam upaya untuk mengendalikan epidemi.

Dilansir dari Antara, Jepang akan memulai kampanye vaksinasi bulan ini, lebih lambat dari kebanyakan negara ekonomi besar. Penundaan dapat menimbulkan keraguan tentang upaya pemerintah untuk mengamankan dosis vaksin yang cukup bagi semua orang sebelum Olimpiade Tokyo musim panas ini.

"Uni Eropa telah memberlakukan mekanisme transparansi ekspor ini, dan itu mempengaruhi jadwal pasokan vaksin ke Jepang," kata Taro Kono, menteri yang bertanggung jawab atas upaya vaksinasi, kepada wartawan, Selasa 2 Februari 2021.

Baca Juga: Malaysia Gunakan Vaksin Pfizer dan BioNTech, Gelombang Pertama Distribusi 26 Februari 2021

Jepang mengandalkan para produsen vaksin asing dan Kono pekan lalu telah memperingatkan bahwa tumbuhnya sikap nasionalisme vaksin dapat menyebabkan tindakan pembalasan dan gangguan pada pasokan global.

Jepang telah mendapatkan hak atas lebih dari 500 juta dosis vaksin COVID dari beberapa pengembang vaksin Barat, dan jumlah dosis itu lebih dari cukup untuk 126 juta penduduknya.

Namun, ketergantungan pada produsen vaksin di luar negeri dan persyaratan bahwa vaksin harus melalui uji coba dalam negeri telah menunda program vaksinasi Jepang.

Stasiun televisi NHK pada Selasa melaporkan bahwa persetujuan pemerintah Jepang untuk vaksin Pfizer Inc kemungkinan diberikan pada 12 Februari.

Jepang telah melaporkan total 391.618 kasus infeksi corona, termasuk 5.832 kematian.

Baca Juga: Panglima TNI Nyatakan Vaksin Covid-19 Berikan Harapan Baru

Peningkatan kasus COVID-19 yang terus-menerus telah merusak dukungan publik terhadap penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas 2020 yang tertunda, yang dijadwalkan pada Juli-Agustus tahun ini.

Meski demikian, Perdana Menteri Yoshihide Suga dan kabinetnya bertekad bahwa Jepang tetap menjadi tuan rumah Olimpiade.

Tingkat infeksi corona di Jepang telah turun dalam beberapa hari terakhir tetapi pemerintah harus tetap berhati-hati, kata seorang pejabat tinggi.

"Kami akan menanggapi wabah ini sebagai keadaan mendesak berdasarkan situasi medis dan penyebaran virus," kata kepala sekretaris kabinet Jepang Katsunobu Kato kepada wartawan.

Baca Juga: MUI Menjamin dan Memastikan Vaksin Sinovac Halal

"Jumlah kasus virus corona baru menurun, tetapi kehati-hatian masih diperlukan," kata Kato, seraya menambahkan bahwa rumah sakit tetap penuh dan tingkat kematian belum turun.

Suga akan membuat keputusan tentang perpanjangan masa keadaan darurat setelah rapat panel ahli pada Selasa sore.

Pemerintah Jepang bulan lalu memberlakukan keadaan darurat satu bulan untuk 11 daerah, termasuk Tokyo dan prefektur-prefektur sekitarnya serta kota barat Osaka, untuk memerangi gelombang virus corona ketiga dan paling mematikan di negara itu.

Langkah-langkah resmi untuk mengendalikan penyebaran virus corona telah terhambat oleh kurangnya tindakan hukum, termasuk sanksi apa pun, yang berarti pemerintah hanya dapat mengimbau orang untuk mengikuti arahan.

Baca Juga: Florida Musnahkan Lebih dari 1.000 Vaksin Covid Atas Kelalaian Salah Seorang Pekerja

Namun, keadaan itu mungkin berubah akhir pekan ini dengan berlakunya revisi undang-undang tindakan khusus virus corona. UU itu akan memungkinkan pihak berwenang untuk mengenakan denda pada orang-orang yang melanggar hukum.

Dukungan untuk pemerintahan Suga telah berkurang karena banyak orang kecewa dengan langkah-langkahnya dalam menangani pandemi. Keadaan tidak semakin baik ketika beberapa anggota parlemen koalisi yang berkuasa mengaku melanggar peraturan dengan mengunjungi klub dan bar pada larut malam.

Satu anggota parlemen mengundurkan diri pada Senin (1/2) dan tiga lainnya meninggalkan Partai Demokrat Liberal (LDP) pimpinan Suga.***

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x