Sempat Tertunda, Akhirnya Dewan Keamanan PBB Kutuk Kekerasan Militer di Myanmar

- 11 Maret 2021, 18:27 WIB
Polisi berjaga selama protes terhadap kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, 8 Februari 2021. /REUTERS / Stringer/REUTERS
Polisi berjaga selama protes terhadap kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, 8 Februari 2021. /REUTERS / Stringer/REUTERS /

WARTA PONTIANAK - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengutuk kekerasan terhadap para pengunjuk rasa di Myanmar dan mendesak militer untuk menahan diri.

Namun, para negara anggota Dewan Keamanan tidak berhasil mencapai kesepakatan untuk menyebut pengalihan pemerintahan Myanmar oleh militer sebagai kudeta. Dewan juga gagal mengeluarkan ancaman lebih lanjut terhadap junta Myanmar karena Cina dan Rusia menentang langkah itu.

Sejak pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi dikudeta pada 1 Februari, sudah lebih dari 60 pengunjuk rasa tewas dan sekitar 2.000 orang ditahan oleh pasukan keamanan, kata kelompok pembela Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Baca Juga: 38 Orang Tewas saat Aksi Demonstrasi Menentang Kudeta Militer di Myanmar

Tembakan gas air mata dan peluru karet oleh pasukan keamanan membuat ratusan pengunjuk rasa anti junta terjebak hingga larut malam di dua distrik di Yangon.

Beberapa pengunjuk rasa yang berhasil menghindari blokade, yang dipasang oleh polisi di jalan-jalan sekitar distrik itu, menceritakan bahwa sejumlah orang ditangkap. Mereka juga bercerita bahwa beberapa orang yang ditangkap dipukuli.

Di New York, Dewan Keamanan PBB menyatakan, "mengutuk keras kekerasan terhadap para pengunjuk rasa damai, termasuk terhadap perempuan, pemuda, dan anak-anak.

"Dewan menyeru militer untuk menahan diri sepenuhnya dan menekankan bahwa Dewan mengamati situasi dengan cermat," demikian dilansir dari Reuters, Kamis 11 Maret 2021.

Baca Juga: ASEAN Serukan Solusi Damai Untuk Krisis Kudeta Militer di Myanmar

Namun, kalimat-kalimat yang mengutuk kudeta dan mengancam kemungkinan tindakan lebih lanjut telah dihapus dari teks rancangan Inggris itu, karena ditentang oleh China, Rusia, India dan Vietnam.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan ia berharap pernyataan Dewan Keamanan itu akan mendorong militer Myanmar untuk menyadari bahwa "sangat penting" semua tahanan dibebaskan dan hasil pemilihan November dihormati.

Guterres mengakui bahwa Myanmar, sebelum kudeta, bukanlah "demokrasi yang sempurna".

Baca Juga: Pengunjuk Rasa Tak Henti Berdemonstrasi Akibat Kudeta Militer Myanmar

"Masih sangat di bawah kendali militer dalam banyak aspek, yang membuat kudeta ini semakin sulit dipahami, terutama tuduhan soal kecurangan pemilu oleh mereka yang sebagian besar menguasai negara," katanya.

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x