Mahkamah Agung Brasil Tegaskan Pengadilan Tinggi Tidak akan Tolerir Ancaman

- 9 September 2021, 08:17 WIB
Ilustrasi penegakan hukum di Brasil
Ilustrasi penegakan hukum di Brasil /Geralt/Pixabay/

WARTA PONTIANAK - Ketua Mahkamah Agung Brasil menyebut, bahwa mendorong orang untuk tidak mematuhi putusan pengadilan adalah tindakan anti demokrasi, sehari setelah Presiden Jair Bolsonaro mengatakan dia tidak akan mematuhi keputusan anggota pengadilan.

“Mahkamah Agung tidak akan mentolerir ancaman terhadap otoritas keputusannya,” kata Luiz Fux dalam sesi pengadilan pada hari Rabu 8 September 2021 waktu setempat seperti dikutip dari Aljazeera.

Luiz Fux juga mengatakan, mendorong orang untuk mengabaikan keputusan pengadilan oleh "kepala negara" adalah serangan terhadap demokrasi dan kejahatan yang harus dihadapi Kongres.

Baca Juga: Selama Pandemi Terdapat 19 Ribu Orang Meninggal di Malaysia karena Covid-19

Komentarnya muncul sehari setelah Bolsonaro melanjutkan serangan verbalnya terhadap Mahkamah Agung dalam pidatonya di hadapan ratusan ribu pendukungnya yang berunjuk rasa di ibu kota Brasilia, Sao Paulo dan kota-kota lain.

Mahkamah Agung Brasil telah memerintahkan penyelidikan atas klaim pemimpin sayap kanan itu, bahwa sistem pemungutan suara elektronik Brasil penuh dengan penipuan, tuduhan yang ditolak oleh para ahli peradilan sebagai tidak berdasar dan dorongannya untuk mencetak kuitansi kertas.

Para kritikus menuduh, bahwa mantan kapten militer itu berencana untuk memperebutkan hasil pemilihan Presiden tahun depan, dalam sebuah langkah yang mirip dengan mantan Presiden AS Donald Trump, yang telah lama coba ditiru oleh Bolsonaro.

Baca Juga: Gempa Berkekuatan Magnitudo 7,0 Guncang Meksiko, Satu Orang Dilaporkan Tewas

Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan Bolsonaro yang popularitasnya merosot di tengah krisis Covid-19 dan tuduhan korupsi akan kalah suara dari mantan pemimpin sayap kiri Luiz Inacio Lula da Silva, jika Lula memilih untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Serangan berkelanjutan Bolsonaro terhadap Mahkamah Agung telah mendorong apa yang disebut para ahli sebagai krisis institusional yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara itu.

Pembicara majelis rendah Kongres Brasil, yakni sekutu Bolsonaro, pada hari Rabu 8 Septermber 2021 mendesak, agar negara itu untuk fokus pada masalah yang lebih mendesak seperti virus corona atau Covid-19 dan pengangguran yang tinggi setelah demonstrasi pro Bolsonaro.

Arthur Lira tidak menyebut Bolsonaro dengan nama, tetapi mengatakan bahwa diskusi tentang kertas suara adalah masalah tertutup. Majelis rendah bulan lalu menolak upaya Bolsonaro untuk mengubah sistem pemungutan suara.

Baca Juga: Tunjangan untuk Jutaan Pengangguran di AS Dicabut

Tanpa perubahan, Bolsonaro mengancam tidak akan mengakui hasil pemungutan suara tahun depan.

Tetapi Lira mengatakan, konstitusi Brasil tidak akan dilanggar, menolak pendukung inti Presiden yang telah mengusulkan penutupan Mahkamah Agung dan langkah-langkah anti-demokrasi lainnya.

“Saya tidak melihat bagaimana kita dapat memiliki ruang untuk radikalisme dan lebih banyak ekses. DPR berkomitmen untuk Brasil nyata, yang menderita pandemi dan pengangguran,” katanya saat konferensi pers seperti dikutip dari AFP.

Lira mengatakan, bahwa akan mempertanyakan keputusan yang sudah dibuat oleh majelis itu "tidak dapat diterima" dan meminta Brasil untuk fokus pada masalah "nyata", seperti harga bensin yang tinggi dan masalah ekonomi lainnya.

Baca Juga: Negara Bagian Kerala di India Mulai Waspada Terhadap Serangan Virus Nipah

Analis mengatakan, bahwa sementara Bolsonaro mungkin memperoleh dorongan popularitas yang berumur pendek setelah demonstrasi hari Selasa 7 September 2021 waktu setempat lalu, yang dia harapkan akan memberi energi kembali kepada para pendukungnya yang paling kuat, mereka tidak akan berbuat banyak untuk meningkatkan peluangnya untuk terpilih kembali tahun depan.

“Pada akhirnya, yang terpenting adalah kenyataan,” ujara Naue de Azevedo, seorang ilmuwan politik yang berbasis di ibu kota Brasil.

“Dan kenyataan saat ini adalah inflasi, harga makanan dan bahan bakar yang terlalu mahal, krisis energi dan peningkatan populasi dalam kemiskinan dan kerentanan sosial,” ujarnya.***

Editor: Y. Dody Luber Anton

Sumber: AFP Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah