Kisah Toleransi Beragama, Misa Natal dan Jumatan ‘Barengan’ di Dua Rumah Ibadah yang Bersebelahan

25 Desember 2020, 19:52 WIB
Para jamaah usai salat Jumat di masjid yang bersebelahan dengan gereja /Ocsya Ade CP/Warta Pontianak

WARTA PONTIANAK - Perayaan Natal pada tahun ini bertepatan dengan hari Jumat. Sama dengan lima tahun lalu. Bedanya, tahun ini merayakan Natal harus dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.

Lantas, bagaimana pelaksanaan Misa Natal dan Jumatan (Salat Jumat) dalam waktu yang bersamaan, apalagi kedua rumah ibadahnya saling berdekatan?

Di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sungai Beliung, Pontianak Barat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, berdiri kokoh dua rumah ibadah yang persis bersebelahan: Masjid Nurbaitillah dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jeruju.

Baca Juga: Setara Institute: Gus Yaqut Harus Respons Cepat Isu Toleransi

Jumat, 25 Desember 2020 siang tadi, pelaksanaan ibadah Misa Natal dan Jumatan di dua rumah ibadah yang bersebelahan ini berlangsung khidmat. Rumah ibadah ini hanya berbatas lorong dan dua pagar setinggi satu meter setengah.

Pengurus dua rumah ibadah ini tetap mengedepankan toleransi dan saling menghargai. Karena, keharmonisan antarumat beragama di sana memang sudah terjalin sejak lama.

“Kami tetap beribadah dengan cara masing-masing, saling menghargai,” kata Pendeta (Pdt) Bonar Pasaribu, STh kepada Warta Pontianak.

Sudah lama hidup berdampingan, kata Bonar, membuat antarumat beragama ini bisa bekerja sama dengan sendirinya dan saling menghargai.

Baca Juga: Buku “Indonesia: Unity in Diversity”, Potret Toleransi dan Kerukunan Indonesia di Mata Pavol Demes

“Kita bertetangga dengan umat Muslim, di sebelah sana ada masjid, kebetulan hari ini Jumatan dan Natal juga. Gereja kita selalu bekerja sama dengan sendirinya. Saling menghargai. Masjid pas Jumatan mengurangi suara pengeras,” jelasnya.

Jika pun pengeras suara di masjid seperti biasanya, menurut Bonar, hal itu tidak akan mempengaruhi kekhusyukan umat beribadah. Karena di dalam gereja pun juga peredam. Apalagi antarumat beragama ini saling menghargai dan memiliki hak-hak untuk beribadah.

Menurut dia, kerharmonisan ini bisa terjaga karena faktor sejarah dari Kota Pontianak yang tidak pernah ada intoleran agama.

Baca Juga: Toleransi di Indonesia Jadi Tantangan Tak Terselesaikan

“Faktor lainnya, sama-sama bekerja. Bagaimana sama-sama santun dan menghargai satu sama lain. Misalnya di kawasan ini ada hajatan pernikahan, biasanya hari Minggu, nah kami siapkan tempat parkir, dan yang punya hajatan pun mengecilkan musik dikala kami beribadah. Begitu juga kalau saudara Muslim ada kegiatan keagamaan, kami bantu lahan untuk parkir,” tuturnya.

Kemudian, sambung dia, antarumat sama-sama menghargai ketika salah satunya sedang beribadah. Misalnya di Kristen ada Jumat Agung, di Muslim ada Jumatan. “Di masjid memperkecil pengeras suaranya, kami juga begitu,” katanya.

Sihar B. Siagian, salah seorang jemaat Gereja HKBP Jeruju mengaku senang dengan indahnya toleransi antarumat ini. “Di sini kami selalu berdampingan, saling menghargai sesama umat Allah. Karena itu yang diajarkan di gereja kami,” katanya.

Baca Juga: Menag Siap Fasilitasi Dialog Antarumat Beragama

Lima tahun lalu, Sihar juga Misa Natal di gereja ini. Saat itu, kata dia, sikap toleransi selalu dikedepankan oleh kedua agama. Kenyamanan beribadah satu dengan lainnya tidak terganggu.

Saat para Muslim melintasi jalan di depan gereja menuju masjid dengan berjalan kaki, antarumat beragama itu saling sapa. Sejak dimulainya khotbah hingga Jumatan berlangsung, aktivitas di gereja pun sunyi. Hanya suara sayup yang terdengar dari sana.

“Saat itu, saat saudara Muslim sedang Jumatan, kami rehat dulu 15 menit, kemudian sambung lagi. Bisa saja sama-sama beribadah, tapi saat itu memang waktunya istirahat,” tutur Sihar.

Ia menaruh harapan besar agar sesama umat ini terus menjaga keharmonisan yang ada dan tidak termakan pengaruh dari luar. “Semoga kita selalu harmonis. Kita bisa mempertahankan keharmonisan ini yang ada sejak dulu,” harapnya.

Tahun ini, Misa Natal di Gereja HKPB Jeruju yang biasanya bisa menampung sekitar 800 umat itu, hanya dihadiri sekitar 180-an umat. Karena pandemi, jumlah umat dibatasi. Selebihnya menjalankan ibadah Misa Natal melalui live streaming.

Baca Juga: Begini Suasana Perayaan Natal di Perbatasan Malaysia Secara Virtual

Ketua Pengurus Masjid Nurbaitillah, Sofian Ahmadi mengatakan, dalam kehidupan sehari-harinya, antarumat beda agama di lingkungannya memang selalu harmonis. Tidak pernah ada perselisihan, gesekan atau segala macamnya. Mereka selalu hidup rukun. Saling menjaga satu sama lain. Tidak ada bedanya dengan tahun-tahun yang lalu.

“Sekarang ini, kami sedang melakukan peningkatan-peningkatan (keakraban, red) yang selalu kami harapkan dengan pihak gereja yang ada di sebelah kami,” kata Sofian.

Lelaki 59 tahun ini pun menaruh harapan penuh agar keharmonisan ini selalu tetap terjaga, tidak mudah dibenturkan oleh orang-orang yang punya kepentingan ataupun mencari keuntungan pribadi.

“Selama saya di sini, sejak tahun 1996, tidak pernah ada benturan ataupun pihak-pihak tertentu yang ingin menggesek menggosok dan lain sebagainya. Bahkan kami ini saling tukar-tukar informasi dan saling membatu begitu ya,” katanya.

Baca Juga: Warga AS Rayakan Malam Natal Saat Infeksi Covid-19 Meledak

Seperti misalnya sewaktu-waktu dari pihak jemaat-jemaat gereja ini minta bantuan, maka pengurus masjid dan anak-anak muda di sana siap membantu.

“Kalau pas ada kegiatan mereka di gereja itu memerlukan apa, sifatnya keamanan, kami dari RT, apalagi saya sebagai Ketua RT, pihak keamanan RT bisa kerahkan untuk membantu di situ. Begitu juga sebaliknya,” beber Sofian.

Apapun yang terjadi di luar sana, kata Sofian, antarumat beragama ini terpengaruh. Karena, kata dia, umatnya selalu diajak untuk menjalankan ajaran agama dan mengamalkan lakum dinukum wa liya din.

“Toleransi agama apalagi yang bersifat kemanusiaan, kami selalu menyikapi dan menyambut dengan baik. Karena selama ini sudah terbiasa. Sejak dini remaja masjid kami tanamkan juga sikap toleransi. Kami saling rukun, cuma itu dalam koridornya masing-masing. Agamamu agamamu, agamaku agamaku,” jelasnya.

Baca Juga: Ini 7 Games yang Dapat Kamu Mainkan Saat Liburan Natal 2020

Memang, lanjut dia, sedari awal warga di sana sudah komitmen dalam hal toleransi beragama ini. Mereka sepakat saling menjaga dari mulai hal beribadah dan keamanan.

“Sama-sama kami jaga, karena kita satu kampung di sini. Walaupun kita tahu, jemaat gereja tidak semuanya warga di sini. Tapi wilayah gereja kan ada di sini. Jadi kami warga sini harus terlibat dalam hal keamanan di sini,” ujarnya.

Karena, sambung dia, amannya rumah ibadah, berarti wilayahnya aman. Maka dari itu, kedua belah pihak saat itu terus berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan suatu keadaan yang lebih tenang dan harmonis. Tidak ingin ada hal-hal yang dikhawatirkan. “Harapan kami ke depan itu, kami saling menjaga,” harapnya. ***

Editor: Ocsya Ade CP

Tags

Terkini

Terpopuler