Duga Kasus KDRT Direkayasa, Kuasa Hukum Ali Sabudin Temukan Banyak Kejanggalan di Pemberkasan BAP

28 November 2021, 15:26 WIB
Kuasa hukum terdakwa Ali Sabudin, Arry Sakurianto, SH /Dokumen pribadi Arry Sakurianto/

WARTA PONTIANAK - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menyandung Ali Sabudin dinilai kuasa hukum terdakwa banyak ditemukan kejanggalan.

Kuasa hukum terdakwa Ali Sabudin, Arry Sakurianto, SH menyebut, kasus ini berawal dari laporan KDRT oleh Lily Susianti, mantan istri Ali Sabudin sejak 2011 silam.

Ketika itu, Ali Sabudin dipanggil oleh penyidik Polresta Pontianak yang awalnya untuk diklarifikasi atas laporan tersebut.

"Sebenarnya kalau diklarifikasi itukan hanya diperiksa sebagai saksi lah untuk BAP," ujarnya, Minggu 28 November 2021.

Baca Juga: Peduli Banjir, DPD BPM Kota Pontianak Distribusikan Bantuan Sembako

Arry menyebut, tepatnya pada tanggal 17 Juni 2011 silam atau setelah lebih dari dua minggu dilaporkan kasus KDRT, kliennya diperiksa untuk dimintai keterangan oleh penyidik kepolisian.

"Namun tiba-tiba perkara KDRT ini berlanjut pada tahun ini. Awalnya, Ali Sabudin tidak mengetahui perkembangan perkara ini, tahunya baru pada 2021," ujarnya.

Kemudian, perkara KDRT yang menjerat kliennya berlanjut. Sementara, Ali Sabudin sebelumnya tidak pernah diberi tahu apakah perkaranya lanjut ataukah tidak sejak tahun 2011 silam.

"Tidak pernah ada pemberitahuan dari penyidik. Seharusnya kan, kalau perkara ini berjalan, tentunya ada pemberitahuan baik melalui tersangka atau kuasa hukum tersangka dan hal ini tidak dilakukan oleh penyidik," ujar dia.

Baca Juga: Milad ke 25 Masjid Al Muhajirin Berlangsung Penuh Khidmat

Pada tanggal 1 September 2021 lalu, klienya dipanggil oleh penyidik terkait laporan Lyli Susianti. Anehnya, perkara KDRT yang dilaporkan tersebut tiba-tiba sudah memasuki tahap kedua.

"Disitu kelihatan, dan menurut Ali Sabudin pada saat dipanggil ia hanya dimintai keterangan sebagai saksi saja. Namun, setelah mengetahui BAP nya ternyata Ali Sabudin sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.

Menyoroti pemberkasan BAP, Arry menyebut, ada kejanggalan pada BAP tersangka, kalau dilihat di bawah tersangka itu, ada keterangan saksi. Jika mengacu pada format yang sudah baku, seharusnya poin kedua itu pendahuluan, bersedia diperiksa, kemudian sehat jasmani dan rohani.

"Tiba-tiba disitu ada keterangan saksi, kan aneh. Ini ada sesuatu yang tidak kita ketahui dari aparat penegak hukum. Ini ada apa?. Begitu juga sebaliknya dalam BAP tambahan, formatnya juga sama," ujar Arry.

Baca Juga: Pemprov Kalbar Terima Bantuan Donasi untuk Bencana Banjir dari Keluarga Besar SMK

Ia menduga, bahwa tanda tangan di dalam BAP tersebut juga telah di scan, dan bukan tanda tangan asli. Biasanya, jika penyidik memeriksa tersangka, berkasnya akan dibuat menjadi empat rangkap, dan salah satu berkas aslinya dipegang majelis hakim.

"Kita sudah menanyakan dan meminta berkas BAP ini dari A sampai Z pada waktu sidang. Minta secara tertulis melalui prosedur dan mohon dilegalisir oleh majelis hakim. Namun, jawaban hakim disaat sidang kedua justru mengarahkan Kita ke jaksa," jelasnya.

"Bapak Arry, kalau menanyakan berkas tanya ke Jaksa," tegasnya seraya menirukan suara hakim.

Akhirnya, pada saat sidang tersebut, ia mendapatkan berkas BAP dari jaksa, dan itu pun hanya foto kopinya.

"Jadi BAP yang Kita terima itu semuanya di foto kopi. Dan sudah Kita sampaikan ke majelis hakim saat persidangan, tidak ada yang asli," ujarnya.

Baca Juga: Diklat Kepemimpinan Administrator Angkatan Pertama Resmi Ditutup

Selain dari hal yang disampaikan tadi, kata dia, masih banyak kejanggalan lain yang ditemukan. Namun, anehnya berkas itu bisa naik ke pengadilan.

"Padahal pemberkasan BAP nya banyak cacat hukumnya, terutama salah satunya di resume analisa kasus, berkas barang bukti itu foto kopi semua. Di dalam persidangan, Kami rasa hakim kurang memperhatikannya juga," ujarnya.

Berdasarkan analisa kasus atau yuridisnya di dalam berkas BAP, kata dia, kejadian tanggal 26 Mei 2011, tapi disitu perbuatan melawan hukumnya tertulis 21 November 2011.

"Analisa kasus poin VI yang pembahasan, khususnya pasal 44 ayat 1 melakukan perbuatan kekerasan fisik, kejadian kan tanggal 26 Mei kenapa disebutkan tanggal 21 November," ujarnya sembari memperlihatkan berkas BAP.

Ditambah lagi, terdapat kejanggalan, ketika Lyli Susianti dirawat inap di rumah sakit Anugerah Bunda Khatulistiwa. Peristiwa pidana, lanjutnya, tanggal 26 Mei 2011. Namun, Lyli Susianti masuk rumah sakitnya 25 April 2011.

Baca Juga: PGI Kalbar Pelopori Seminar Nasional Agama

"Jadi sebelum dua minggu kejadian, Lyli Susianti sudah masuk ke rumah sakit Anugerah Bunda Khatulistiwa," ujarnya.

Kemudian, Arry juga menyoroti, pembahasan kesimpulan pada berkas BAP, tepatnya poin kelima. Analisanya, kata dia, melenceng jauh.

Berdasarkan analisa kasus, analisa yuridisnya di atas secara subjektif dan objektif. Disitu, kata dia, disebutkan telah cukup bukti tersangka, seharusnya itu kan Ali Sabudin, kenapa tertulis Lyli Susianti.

"Lucunya, jadi ada dua tersangka dalam kasus ini. Nah, itulah kejanggalan-kejanggalannya," ujarnya.

Uraian kejadian, tambah Arry, juga bertentangan dengan hasil visumnya. Disebutkan dalam berkas uraian kejadian tanggal 27 Mei 2021 dari jam 6 sore sampai jam 10 malam. Tapi, visum dilakukan dalam waktu bersamaan dan anehnya jam 4 sore.

Baca Juga: Kunker Menteri PUPR dan Komisi V DPR RI, Kapuas Hulu akan Dibanjiri Pembangunan

"Jadi visum duluan, baru ada laporan. Di pengaduan laporan juga sudah ada penerapan pasal KDRT, kan aneh," ujarnya.

Selain itu, lanjut Arry, lebih aneh lagi, dari pengaduan sampai ke laporan polisi, sprindik, BAP dan visum itu dilakukan dalam waktu singkat, yakni hanya sehari.

"Jadi tanpa adanya, gelar perkara. Sehingga, seharusnya pengaduan ini kan dikaji dulu. Namun, ini sepertinya tidak dikaji," ujarnya.

Dengan naiknya perkara yang diduganya penuh rekayasa ini, Arry pun merasa prihatin terhadap kinerja aparat penegak hukum.

"Ternyata oknum-oknum penyidik, termasuk jaksa ini tidak teliti dalam pemberkasan perkara. Mudah-mudahan ada perhatian dari petinggi-petinggi Polri dan Kejaksaan," tutupnya.***

Editor: Y. Dody Luber Anton

Tags

Terkini

Terpopuler