"Perang Belangkaet" Film Kolosal Pertama di Kalimantan Barat

9 November 2020, 15:24 WIB
Barak di Negeri Simpang dalam film Perang Belangkaet /Warta Kayong/

WARTA PONTIANAK –  Kalimantan Barat boleh berbangga. Pasalnya, di tahun 2020 ini dunia perfilman Indonesia menambah koleksi perbendaharaannya. Salah satunya film bergenre semi kolosal. Judulnya adalah “Perang Belangkaet”.

Perang Belangkaet akan menjadi film pertama di Kalimantan Barat, khususnya Tanah Kayong, dengan kisah sejarah yang pernah terjadi di Kerajaan Simpang, pada tahun 1912 – 1915. Puncak meletusnya perang ini tepatnya pada tanggal 27 – 28 Februari 1915 di sebuah kampung yang bernama Belangkaet.

Film heroik ini menceritakan perjuangan Raja Gusti Panji bersama Panglima Ki Anjang Samad bersama rakyat untuk melawan penjajah Belanda di kawasan Kerajaan Simpang pada masa itu (wilayah Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara-Kalbar).

Tujuan dari Perang itu adalah melawan kebijakan penjajah Belanda yang menerapkan Korte Veklaring (Kontrak pajak) atau masyarakat Simpang di masa itu menyebutnya dengan nama “pungkar”.

Baca Juga: Guru Bangil, Ulama Banjar di Tanah Jawa

Tercatat dalam sejarah yang berasal dari berbagai sumber di antaranya catatan dan manuskrip yang masih tersimpan di museum Leiden Belanda berupa koran tentang kejadian pemberontakan rakyat Simpang di masa itu.

Dikutip WartaPontianak.com melalui WartaKayong.net, seorang pemerhati Sejarah Tanah Kayong, Isya Fahruzi mengatakan, jumlah pasukan yang terlibat perang saat itu antara 1500 hingga 3000 pasukan,

Selain itu, beberapa nama kampung yang disebut dalam koran Belanda tahun 1915 itu adalah Kampung Sebango, Mendarau Guntung, Mungguk Jering, Sungai Putih, Semandang Kiri, dan Kampung Belangkaet sebagai pusat dari berkecamuknya perang di masa itu.

Dalam buku “Menapak Tilas Kerajaan Tanjung Pura” yang di tulis Alm Gusti Muhammad Mulia, yakni Raja Simpang ketujuh, juga mengisahkan betapa heroiknya perlawanan yang dipimpin Raja Gusti Panji bersama Ki Anjang Samad.

Baca Juga: Meghan Markle Ikut Pemilu AS, Kerajaan Inggris Marah Besar

“Lebih Baik Mati daripada Harus Membayar Belasting dengan Belanda” salah satu  semboyan Ki Anjang Samad yang hingga kini masih terngiang ngiang dalam ingatan masyarakat negeri Simpang.

Bahkan ada satu kalimat yang biasa dijadikan patokan untuk melangkah (bepergian) bagi masyarakat Simpang  yakni “Melangkah mati, tidak melangkah pun juga mati“.

Hanya dengan kalimat itu, banyak masyarakat di negeri Simpang yang masih yakin apabila dengan kata kata itu, mampu mensugesti atau memberikan semangat supaya lebih mantap dan yakin dalam segala urusan.

Gusti Muhammad Hukma sebagai Raja Simpang saat ini menyatakan, film Perang Belangkaet memang sudah lama dinanti masyarakat Simpang dan Kalimantan Barat pada umumnya.

“Kita sudah menunggu lama film ini. Lembaga Simpang Mandiri sebagai  motor penggerak telah merencanakan film ini sejak tahun 2015 lalu, namun baru tahun 2020 bisa tergarap,” tuturnya.

Baca Juga: Jelang 10 November, Jokowi akan Anugerahi Gelar Pahlawan Nasional ke Enam Tokoh

Apalagi film ini syarat akan makna dan nilai-nilai serta kearifan lokal yang dapat diambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Terima kasih buat semua yang ikut menyukseskan film ini, semoga dengan film ini dapat kembali mengangkat marwah, harkat dan martabat negeri Simpang seperti masa dahulu,” harapnya.

Sementara Raden Jamrudin sebagai Budayawan tanah Simpang yang juga ikut berperan dalam film tersebut mengatakan, rasa kebhinekaan sejak zaman dahulu sebenarnya sudah tertanam. Hal ini bisa dibuktikan bahwa dalam Perang Belangkaet, tokoh Suku Dayak bersama Pasukan Melayu di negeri Simpang bersatu untuk memerangi Kolonial Belanda.

“Maka mari kita rawat rasa kebhinekaan yang telah tertanam sejak dahulu,“ tutur Raden Jamrudin.

Baca Juga: Bisakah Air Panas atau Air Dingin Turunkan Berat Badan?

Sebagai Peneliti Sejarah Kalbar, Yusri Darmadi menyatakan, Film Belangkaet ini merupakan sebuah peristiwa sejarah yang pada masa itu menegaskan bagaimana gelombang perlawanan rakyat khususnya di Kalimantan Barat dilakukan.

“Selain Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang, dalam waktu yang hampir bersamaan, ada juga di Tumbang Titi yakni Perang Kedang. Kemudian di Landak dan beberapa daerah lain. Hal ini cukup menarik buat kajian khazanah budaya dan sejarah, terutama bagi para generasi muda agar mereka  tidak mengalami amnesia akan sejarah,“ pungkas Yusri.

Effendi Ahmad, selaku Wakil Bupati Kayong Utara, sekaligus sebagai pemain dalam Film Perang Belangkaet merasa puas dengan lagu Belangkaet yang digarap Studio Sanggar Simpang Betuah dan Rimba Studio.

“Apalagi Kang Iwan sudah malang melintang di dunia permusikan Nasional. Jadi saya percaya jika ini akan jadi film sejarah yang baik,“ tegas Effendi.

Baca Juga: Revisi UU Ciptaker Dusulkan DPR RI, Benny K Harman: Jika Tidak Terburu-Buru Tak Seamburadul Ini

Sekretaris Lembaga Simpang Mandiri, Irawansyah menambahkan, dalam proses produksi film ini tentunya banyak pihak yang berperan besar terutama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan fasilitasi pembiayaan.

“Serta Pemerintah Kabupaten Kayoung Utara dan forkompinda, juga para donatur dari beberapa perusahaan yang ada di Kabupaten Kayong Utara. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya, semoga film ini dapat membawa manfaat perkembangan Budaya dan Sejarah,” harapnya.

Hingga saat ini, proses penggarapan film Perang Belangkaet sudah pada tahap post production. Targetnya bulan Desember 2020 film ini sudah selesai dan siap di tonton oleh masyarakat luas. ***

Editor: Yuniardi

Tags

Terkini

Terpopuler