Waspada! Dina Sulaeman: Sumbangan dari Indonesia untuk Suriah Jatuh ke Tangan Teroris

29 Maret 2021, 20:20 WIB
Pakar Geopolitik Timur Tengah, Dina Sulaeman /Instagram Dina Sulaeman/Deny Wahyu Hendrata

WARTA PONTIANAK - Sebagian sumbangan dari Indonesia untuk Suriah ternyata jatuh ketangan teroris. Hal tersebut disampaikan oleh Dina Sulaeman, pakar Geopolitik Timur Tengah dalam Podcast Deddy Corbuzier yang tayang pada 29 Maret 2021.

“Yang menggalang dana tentu lembaga donasi ya dan mereka tidak mengatakan itu untuk teroris tapi rekam jejaknya, kemudian foto-foto yang beredar dan video-video yang beredar itu bisa kita deteksi bahwa sumbangan dari kita, dari bangsa Indonesia ini jatuh ke tangan teroris gitu loh,” kata Dina Sulaeman.

Dina Sulaeman mencontohkan kasus Aleppo tahun 2016. Diketahui bahwa salah satu dus makanan yang tersimpan di gudang penyimpanan makanan milik organisasi teroris Jaysh Al-Islam bertuliskan Indonesia.

Baca Juga: Tim Densus 88 Mabes Polri Ringkus Empat Terduga Teroris Jaringan JAD di NTB

“Aleppo itu 4 tahun dikuasai oleh kelompok-kelompok teroris ini dan mereka mengaku jihad. Nah kemudian 2016 akhirnya berhasil diambil alih oleh tentara pemerintah bekerja sama dengan rusia.  Daerah yang pernah dikuasai ini akhirnya bisa didatangi oleh wartawan, salah satunya Euronews yang datang ke sebuah daerah dan menemukan bekas sekolah yang diambilalih oleh Jaysh Al-Islam salah satu kelompok teroris disana dijadikan gudang makanan,” ujar Dina Sulaeman kepada Deddy Corbuzier.

“Nah masyarakat Aleppo yang kelaparan ini datang beramai-ramai untuk mengambil makanan disana karena selama ini mereka kelaparan dan para teroris hanya mengumpulkan makanan disini untuk mereka sendiri dan di antara dus yang dibawa itu tertuilis Indonesia,” ujar Dina Sulaeman.

Dari podcast Deddy Corbuzier bersama Dina Sulaeman juga diketahui bahwa selama ini banyak beredar foto maupun video hoaks yang dipakai untuk menarik simpati masyarakat agar mau berdonasi.

“Kalau yang amatiran itu pakai foto. Fotonya itu misalnya foto di Palestina misalnya ada anak yang berdarah-darah itu sebenarnya ditembak oleh tentara Israel di kasi caption baru ini ditembak oleh tentara Suriah kayak gitu itu, kan amatir banget ya udah ada fotonya terus dipakai atau kemudia jasad-jasad di Irak itu ada banyak sekali jasad dan disebut itu korban senjata masal korban pembantaian senjata kimia oleh Bashar al-Asshad. disebutnya seperti itu padahl itu ternyata jasad orang-orang Irak yang di perangi oleh tentara Amerika Serikat,” kata Dina Sulaeman.

Dina Sulaeman menambahkan bahkan ada foto dan video yang sengaja dibuat untuk mendapatkan donasi.

“Tapi ada jauh yang lebih canggih foto dan video yang sengaja dibuat dan itu sudah level dan itu dananya 23 juta dolar dibiayai oleh Amerika Serikat secara resmi dan kemudian 32 juta pondsterling dibiayai oleh Inggris. angka tadi keluar dari mulut juru bicara kementerian luar negeri Amerika Serikat dan dari Menteri Luar Negeri Inggris ya jadi ini data primer ya jadi mereka mengaku memberikannya kepada White Helmets,” kata Dina Sulaeman.

Baca Juga: Bom Makassar, Fahri Hamzah: Saya Percaya Teroris itu Gak Beragama

Dina Sulaeman juga mengungkapkan bahwa White Helmets merupakan sebuah lembaga relawan kemanusiaan di Suriah yang banyak membuat video-video hoaks untuk menceritakan kepada dunia, terutama publik barat bahwa di Suriah sedang terjadi pembantaian besar-besaran terhadap rakyat sipil oleh presiden Suriah, Bashar al-Asshad.

“Untuk publik barat itu adalah mendatangkan simpati besar supaya Negara-negara di barat mendukung pemerintah mereka untuk menyerang Suriah, kemudian yang kedua penggalangan dana jadi mereka juga menggalang dana secara internasional nah kemudian dampaknya buat Indonesia misalnya itu adalah video-video itu kemudian dipakai untuk menggalang dana juga satu, yang kedua untuk merekrut petempur,” tutur Dina Sulaeman.

Selain dana hasil donasi di Indonesia yang jatuh ke tangan teroris, selama ini juga ada indikasi adanya aliran dana dari negara-negara teluk kepada lembaga-lembaga yang ada di Indonesia.

“Memang ada aliran dana dari Negara-negara teluk ya kepada lembaga-lembaga di Indonesia yang memliki ideologI-ideologi yang biasanya akan berkembang menjadi kelompok radikal dan terorisme nah tapi kan saya sebagai istilahnya orang luar, saya ga bisa melacak PPATK kan saya bukan orang yang bisa masuk ke dalam gitu kan, jadi yang paling bisa saya jawab adalah ada terlihat indikasi-indikasi seperti itu,” kata Dina Sulaeman.

Baca Juga: Ketua DPR RI Puan Maharani Minta Masyarakat Tidak Terpengaruh Provokasi Teroris

Menurut Dina Sulaeman, hal pertama yang harus dilakukan untuk menghentikan radikalisme adalah dengan menghentikan aliran dana dari negara-negara teluk kepada kelompok-kelompok radikal dan terorisme yang ada di Indonesia.

“Kalau betul-betul serius ingin menyetop radikalisme di Indonesia, pertama aliran dana harus di setop ya kan kalau ga ada dana mereka ga bisa ngapa-ngapain, ga bisa mencetak buku, ga bisa mengadakan pengajian-pengajian. bukanya anti pengajian, saya muslim saya melakukan semua yang diperintahkan oleh Allah insayaAllah saya juga naik haji gitu ya tapi kan yang dimaksud kajian-kajian yang bermuatan radikalisme,” ujar Dina Sulaeman.

Dina Sulaeman mengungkapkan, bahwa ideologi yang berbasis kekerasan sudah berkembang sejak zaman dulu di Jazirah Arab. Ini berawal dari seseorang yang mengaku memiliki ilmu agama berdasarkan tafsirannya sendiri dan didukung dengan kekuatan politik untuk menguasai sebuah wilayah melalui peperangan.

 Baca Juga: 8 Orang Terduga Teroris Berhasil Diamankan Tim Densus 88 Anti Teror di Sumut

“Saya pakai istilah takfirisme deh jadi dia menyempitkan pemahaman agama atau ajaran agama pada prilaku tertentu saja gitu loh, jadi kalau tidak A oh kamu kafir, kalau tidak B oh kamu kafir dengan mudah pokoknya prilaku yang dianggap benar itu yang ini saja berdasarkan keinginan kehendak dia saja atau penafsiran dia saja yang selainnya kafir.”

“Nah yang kafir ini boleh disingkirkan atau dibunuh, nah dokterin seperti ini kemudian dipakai untuk berperang dan itu menjatuhkan sangan banyak korban di Jazirah Arab waktu itu karna dia kafir ya memang dibunuh gitulah istilahnya ya dan akhirnya terciptalah sebuah wilayah kekuasaan yang besar. nah kemudian ideologi itu menyebar kemana-mana termasuk ke Indonesia. ideologi takfirisme inilah yang menjadi salah satu bahan bakar utama dari kelompok-kelompok radikal,” kata Dina Sulaeman.

Dina Sulaeman menambahkan, bahwa saat ini pemerintah Indonesia sudah semakin tegas dan serius dalam mencegah radikalisme, namun menurut Dina hal tersebut masih belum cukup.

Baca Juga: Polisi Amankan Pistol dan 50 Peluru saat Penangkapan 12 Terduga Teroris di Jatim

“Jadi hal-hal yang mendasar itu belum tersentuh gitu loh jadi lebih ke misalnya organisasinya gitukan misalnya Hizb ut-Tahrir dibubarkan misalnya kayak gitu kan tapi kan yang paling penting adalah ideologinya nah ideology itu ada dimana? Ada di buku, misalnya kan ada di ceramah-ceramah, misalnya ada di narasi-narasi dimedia, website-website orang dengan mudah membuat website sekarang kemudian menyebarkan narasinya nah itukan perlu edukasi secara massif secara sistematis kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bisa membedakan gitu ya mana sih yang sebenarnya narasi yang radikal tu kayak apa gitu karna mereka ga akan ngajarkan terang-terangan dong,” tutupnya.***

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler