Begini Penjelasan KLHK Terkait Populasi Komodo yang Alami Peningkatan

29 Oktober 2020, 12:10 WIB
Komodo /

WARTA PONTINAK - Populasi biawak komodo mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tercatat 3.022 ekor pada 2019.

Jumlah tersebut bertambah 125 jika dibandingkan 2018 silam. Pada dua tahun lalu tersebut, total biawak komodo adalah sejumlah 2.897 ekor. Data tersebut diungkap siaran pers KLHK di Jakarta pada Rabu, 28 Oktober 2020.

Baca Juga: Asyik Indehoi di Hotel, Kades dan Bidan di Bengkulu Digerebek Keluarga

Sebagian besar populasi komodo tersebut berada di Pulau Rinca dan Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Adapun jumlah komodo di Pulau Pudar, Gili Montang, dan Nusa Kode adalah 91, 69, dan 7 ekor.

Baca Juga: Bahas Soal Sekolah Digital, Pemprov Jabar Gelar Webinar Pendidikan Generasi Masa Depan Anak Bangsa

"Populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya adalah lima persen dari populasi di Pulau Rinca atau sekitar 66 ekor. Bahkan populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya selama 17 tahun terakhir relatif stabil dengan kecenderungan sedikit meningkat di lima tahun terakhir," ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno.

 Baca Juga: Buat Miris, Bocah Usia 4 Tahun dan 4,5 bulan Tinggal di Gubuk Tak Layak Huni di Cianjur

Area di Pulau Rinca yang bernama Loh Buaya menjadi salah satu lokasi wisata. Luas Lembah Loh Buaya mencapai 500 hektar. Area tersebut sekira 2,5% dari keseluruhan luas Pulau Rinca (20.000 hektar).

Kawasan yang termasuk dalam Taman Nasional Komodo (TNK) di NTT tersebut memiliki fasilitas berupa kafetaria, pondok wisata, selter, dan jalan setapak. Selain itu kita bisa menjelajah dan mengamati satwa liar di area tersebut.

Aktivitas wisata di area tersebut cenderung tidak berbahaya. Penyebabnya adalah daya upaya perlindungan berupa meminimalisasi kontak antara pengunjung dengan satwa.

Baca Juga: Aksi Copet Tengah Massa Aksi Demo UU Ciptaker, Polisi: Pelaku Mahasiswa Gadungan

Sejak 1977, TNK ditetapkan sebagai Cagar Biosfer. UNESCO menetapkannya sebagai situs Warisan Dunia pada 1991. Luasnya adalah 173.300 hektar. Area tersebut mencakup 33,76% daratan dan 66,24% lautan.

"Jadi pengembangan wisata alam sangat dibatasi, hanya pada Zona Pemanfaatan tersebut. Ini prinsip kehati-hatian yang ditetapkan sejak dari perencanaan ruang kelola di TNK tersebut," tutur Wiratno dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari ANTARA Jabar.

Untuk mendukung kegiatan wisata, pemerintah membangun sarana dan prasarana di kawasan tersebut. Pembangunan yang ditargetkan selesai pada Juni 2021 tersebut telah mencapai 30%.

Kegiatan pembangunan tersebut menjadi sorotan setelah viralnya foto di media sosial. Foto tersebut menampilkan komodo yang sedang berada di depan truk pengangkut material.

Terkait pembangunan tersebut, Direktur Eksekutif Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, menyarankan pemerintah untuk berfokus pada upaya konservasi ekosistem dan komodo.

Kerusakan ekosistem bisa terjadi akibat pembangunan infrastruktur untuk keperluan pariwisata tersebut.***

Editor: Faisal Rizal

Tags

Terkini

Terpopuler