Apakah UU ITE Batasi Kebebasan Berekspresi?, Berikut Ulasannya

21 April 2024, 22:00 WIB
Ilustrasi UU ITE : Pelanggaran UU ITE: Definisi, Contoh, dan Sanksi /Ditjen Aptika Kominfo/

WARTA PONTIANAK – UU ITE, atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, adalah regulasi fundamental di Indonesia yang mengatur aktivitas dalam ranah digital.

Disahkan pada tahun 2008, UU ini menjadi acuan hukum perdana terkait pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.

UU ITE memiliki cakupan yang luas, berisi ketentuan yang mengatur berbagai aspek kegiatan digital. Secara garis besar, UU ITE terbagi menjadi 2 bagian:

  • Peraturan mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik:

Bagian ini berfokus pada hal-hal teknis yang mendukung berjalannya aktivitas digital. Contohnya, UU ITE mengatur mengenai penyelenggaraan jasa internet, penggunaan tanda tangan elektronik, dan transaksi elektronik.

Ketentuan terkait sertifikasi meterai elektronik, dan persyaratan bagi penyelenggara jasa internet juga termuat dalam bagian ini. Pada dasarnya, peraturan ini memastikan infrastruktur digital berfungsi dengan baik dan transaksi online dapat dilakukan secara aman.

  • Peraturan mengenai Perbuatan yang Dilarang:

Berbeda dengan bagian pertama, peraturan ini mengatur tentang tindak pidana yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik.

Pasal-pasal inilah yang kerap kali menjadi sorotan karena digunakan sebagai landasan untuk menangani pengguna internet yang melakukan pelanggaran.

Baca Juga: Cornelis dan Samuel Sosialisasikan UU Pemilu dan ITE Untuk ASN

Beberapa contoh tindak pidana yang diatur antara lain penyebaran berita bohong (hoax), pencemaran nama baik, dan ancaman kekerasan melalui media elektronik.

Letak kontroversi UU ITE umumnya ada pada pasal-pasal dalam bagian kedua ini. Para kritikus berpendapat bahwa poin-poin tersebut berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan menyebarkan informasi di ranah daring.

Selain itu, frasa dalam pasal-pasal tertentu dianggap multitafsir dan rawan disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk melakukan kriminalisasi terhadap pengguna internet.

Sebagai contoh, pasal mengenai pencemaran nama baik kerap kali dianggap sebagai alat bagi pihak yang berkuasa untuk membungkam kritik dari masyarakat.

UU ITE mengalami revisi terbaru pada Desember 2023 melalui UU Nomor 1 Tahun 2024. Harapannya revisi ini dapat mengatasi kelemahan dari UU ITE sebelumnya dan menyeimbangkan kebutuhan akan ketertiban ruang siber dengan kebebasan berekspresi pengguna internet.

Baca Juga: Fraksi PPP Dukung Kebijakan Jokowi Revisi UU ITE

Masih terlalu dini untuk menilai dampak dari revisi tersebut, namun masyarakat dan para pakar tetap mencermati proses penegakan hukum pasca revisi UU ITE diharapkan dapat berjalan secara adil dan tidak menghalangi kebebasan berekspresi yang wajar. ***

Editor: Yuniardi

Sumber: Rifqi Al Furqon

Tags

Terkini

Terpopuler