Fenomena Salju di Puncak Everest Menipis, Ratusan Mayat Pendaki Tampak Berserakan

30 Juni 2024, 13:47 WIB
Gunung Everest /

WARTA PONTIANAK - Salju dan es di puncak Everest dikabarkan semakin menipis akibat perubahan iklim. Akibat fenomena tersebut tampak ratusan jasad pendaki yang tewas saat berusaha menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia itu.

Tahun ini satu tim bergerak memanjat puncak setinggi 8.849 itu, bukan untuk menaklukkannya, tetapi mereka mempertaruhkan nyawanya untuk membawa turun sisa-sisa mayat pendaki yang kehilangan nyawanya gunung tertinggi di dunia itu.

Baca Juga: Liga Arab Stop sebut Hizbullah sebagai Organisasi Teroris, Ini Alasannya

Sejauh ini lima sudah dievakuasi dari puncak Everest, Lhotse dan Nuptse – termasuk satu yang hanya tinggal kerangka saja – dalam program bersih-bersih Himalaya yang dicanangkan oleh pemerintah Nepal.

Meskipun salju menipis upaya evakuasi itu bukan pekerjaan mudah. Anggota tim butuh waktu berjam-jam untuk memecahkan es dengan kapak, yang harus sesekali disiram dengan air mendidih supaya tidak membeku terperangkap es.

“Disebabkan dampak pemanasan global, (mayat dan sampah) menjadi lebih terlihat seiring dengan menipisnya lapisan salju,” kata Aditya Karki, seorang mayor tentara Nepal, yang memimpin tim beranggotakan 12 personel militer dan 18 pendaki gunung.

Lebih dari 300 orang tewas di gunung tersebut sejak ekspedisi dimulai pada tahun 1920-an, delapan orang tewas pada musim pendakian tahun ini saja.

Masih banyak jasad yang tersisa. Ada yang tersembunyi di balik salju, ada juga yang terperosok di celah-celah yang dalam.

Lainnya, yang masih ada yang mengenakan perlengkapan pendakian berwarna-warni, yang telah menjadi landmark dalam perjalanan menuju puncak.

Mayat-mayat itu ada yang diberi nama panggilan seperti “Sepatu Bot Hijau” dan “Putri Tidur”.

Karki berkata, “Orang-orang percaya bahwa mereka memasuki ‘ruang Ilahi’ ketika mendaki gunung, tetapi jika mereka melihat mayat dalam perjalanan ke atas, hal itu dapat berdampak negatif.”

Banyak di antara mauat ditemukan di area yang dikenal sebagai “zona kematian”, di mana udara tipis dan kadar oksigen rendah sehingga meningkatkan risiko penyakit ketinggian.

Pendaki harus memiliki asuransi, namun misi penyelamatan atau pemulihan apa pun penuh dengan bahaya.

Satu jasad, yang terbungkus es hingga bagian badannya, membutuhkan waktu 11 jam untuk dilepaskan dari es.

Tim hatus menggunakan air mendidih untuk melonggarkan cengkraman es kemudiah memecahkannya dengan kapak.

“Sangat sulit sekali,” kata Tshiring Jangbu Sherpa, yang memimpin misi pengambilan jasad tersebut.

“Mengeluarkan jasadnya satu masalah, membawanya turun ke bawah masalah lain lagi.”

Sherpa mengatakan sebagian jasad ditemukan dalam keadaan seperti mereka baru saja meninggal – masih berpakaian lengkap, berikut dengan sepatu es dan harness-nya.

Satu jasad tampak seperti tidak tersentuh sama sekali, hanya kehilangan satu sarung tangan.

Pengambilan mayat di ketinggian merupakan topik kontroversial di kalangan komunitas pendaki.

Biayanya ribuan dolar, dan dibutuhkan hingga delapan orang penyelamat untuk setiap jasad. Bobot mayat bisa lebih dari 100 kilogram (220 pon), dan di dataran tinggi seperti Himalaya, kemampuan seseorang untuk membawa beban berat sangat terpengaruh.

Namun, Karki mengatakan upaya evakuasi mayat-mayat tersebut perlu dilakukan.

“Kita harus membawa mereka kembali sebanyak mungkin,” katanya. “Jika kita terus meninggalkan mereka, gunung-gunung kita akan berubah menjadi kuburan,” tegasnya.

Sherpa mengatakan bahwa menurunkan satu mayat dari dekat puncak Lhotse setinggi 8.516 meter – puncak tertinggi keempat di dunia – sejauh ini merupakan salah satu tantangan tersulit. Jasad yang akan diturunkan biasanya dimasukkan ke dalam kantong mayat, kemudian dimasukkan ke dalam kereta seluncur plastik untuk diseret ke bawah.

“Jasadnya membeku dengan posisi tangan dan kaki terbentang,” ujarnya.

“Kami harus membawanya turun ke Kamp Tiga, setelah di sana barulah jasad bisa dimasukkan ke dalam kereta seluncur untuk ditarik.”

Rakesh Gurung, dari departemen pariwisata Nepal, mengatakan duanjasad sudah menjalani identifikasi awal dan pihak berwenang sedang menunggu hasil tes lengkap untuk memastikan.

Mayat yang sudah dibawa turun saat ini disimpan di ibu kota Nepal, Kathmandu. Mayat yang tidak teridentifikasi kemungkinan akhirnya akan dikremasi.

Kampanye bersih-bersih puncak-puncak Himalaya ini, dengan anggaran yang cukup tinggi dengan mengerahkan 171 pemandu dan kuli asal Nepal untuk membawa turun 11 ton sampah.

Tenda berwarna menyolok, peralatan pendakian yang dibuang, tabung-tabung gas kosong, dan bahkan kotoran (tahi) manusia mengotori dan mencemari rute yang sering dilalui pendaki menuju puncak.

Baca Juga: Viral Fenomena Cek Khodam di TikTok, Begini Kata Psikolog

“Sampah tahun ini mungkin bisa dibawa turun sendiri oleh para pendaki gunung,” kata Karki. “Tetapi siapa yang akan membawa turun sampah-sampah lama?

Editor: Faisal Rizal

Tags

Terkini

Terpopuler