WMO : La Nina Tahun 2020 Jadi Fenomena Terhangat Sepanjang Sejarah

- 30 Oktober 2020, 10:40 WIB
Ilustrasi fenomena La Nina di tahun 2020 yang disebut WMO sebagai fenomena terhangat sepanjang sejarah
Ilustrasi fenomena La Nina di tahun 2020 yang disebut WMO sebagai fenomena terhangat sepanjang sejarah /PEXELS/Johannes Plenio/

WARTA PONTIANAK - Fenomena iklim berupa pendinginan permukaan air laut yakni La Nina, saat ini tengah terjadi di seluruh dunia.

Namun untuk tahun 2020 ini, La Nina diprediksi menjadi fenomena La Nina terhangat dalam sejarah.

Sebelumnya, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mendeklarasikan bahwa fenomena La Nina tengah berlangsung pada tahun ini.

Hal tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah dan badan kemanusiaan untuk melakukan perencanaan dalam menanggapi berbagai cuaca ekstrem yang akan terjadi di seluruh dunia.

La Nina adalah fase 'dingin' osilasi selatan El Nino, yakni serangkaian fenomena iklim yang terjadi di Pasifik, sehingga memberikan pengaruh secara global terhadap suhu, badai, dan curah hujan.

Baca Juga: Ini 12 Kabupaten dan Kota di Indonesia yang Sebaran Kasus Aktif Covid-19 Tertinggi

Meski begitu, seperti yang diberitakan PRBandungRaya.com dalam artikel: "Akibat Pemanasan Global, WMO Prediksi Tahun 2020 Jadi Fenomena La Nina Terhangat Sepanjang Sejarah". La Nina di tahun 2020 diprediksi menjadi fenomena La Nina terhangat.

Sehingga kemungkinan besar La Nina di tahun ini akan menyebabkan kondisi yang lebih kering dari biasanya di Afrika Timur, yang kemudian dapat mempengaruhi ketahanan pangan di wilayah tersebut.

Sementara di sebagian besar wilayah di Australia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, badai Atlantik diperkirakan akan semakin hebat.

General secretary WMO, Petteri Taalas mengatakan bahwa El Nino dan La Nina adalah penggerak utama sistem iklim Bumi yang terjadi secara alami.

Baca Juga: Sering Dituding sebagai PKI, Megawati Soekarno Putri: Buktikan Dong!

"Tapi semua peristiwa iklim yang terjadi secara alami sekarang dilatarbelakangi oleh perubahan iklim akibat (aktivitas) manusia, yang kemudian memperburuk cuaca ekstrem dan mempengaruhi siklus air," katanya.

Dilansir dari The Guardian, El Nino merupakan fase hangat dari fenomena iklim, sehingga dapat memicu kekeringan di beberapa wilayah, termasuk di Australia dan India, serta meningkatkan siklon di Pasifik.

Sedangkan La Nina dapat menyebabkan suhu laut Pasifik timur turun menjadi 3 hingga 5 derajat celcius, sehingga menyebabkan efek pendinginan pada suhu secara global.

"La Nina di tahun-tahun sekarang menjadi lebih hangat, bahkan dibandingkan dengan fenomena La Nino yang sangat kuat di masa lalu," kata Taalas.

Baca Juga: Tiga Orang di Gereja Menjadi Korban Teror Pemenggalan Kepala di Prancis

La Nina di tahun 2020 diprediksi akan terjadi hingga kuartal pertama tahun depan, dan dinilai oleh WMO sebagai fenomena yang 'moderat (sedang) hingga kuat'.

Sebagai informasi, fenomena La Nina yang paling kuat pernah terjadi pada tahun 2010 hingga 2011.

Fenomena tersebut berkontribusi besar pada peristiwa banjir di Pakistan pada tahun 2010 yang menewaskan 230 orang, dan banjir di Queensland pada tahun 2010 hingga 2011, yang memakan korban jiwa hingga 30 orang.***

Editor: Faisal Rizal

Sumber: PR Bandung Raya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x