Merasa Tanahnya Dirampas, Lili Santi Hasan Memohon Perlindungan ke Presiden

16 Maret 2021, 16:31 WIB
Para ahli waris pemilik tanah saat melakukan aksi damai di pengadilan /Warta Pontianak/

WARTA PONTIANAK - Pihak ahli waris yang merasa tanahnya dirampas oleh PT Bumi Raya Indah mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negeri Pontianak, Selasa 16 Maret siang.

Baca Juga: HUT Persib ke 88, Koviko Sahkan Aturan Dasar dan Pilih Ketua Baru

Aksi ini adalah terkait tanah milk Lili Santi Hasan seluas 7.968 meter persegi kalah dalam putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak pada 4 Maret 2021 akibat digugat oleh pihak PT Bumi Indah Raya.

Tak hanya mendatangi PTUN Pontianak, ahli waris juga mendatangi kantor Komisi Yudisial RI penghubung wilayah Kalbar.

Asisten Komisi Yudisial RI penghubung Kalbar, Hendy Erwindi mengakui jika pihaknya didatangi oleh Ormas yang melaporkan perkara atasa nama Lili santi Hasan yang berproses di Pengadilan tata Usaha Negara.

"Tadi mereka menyampaikan berkas kepada kami, dan selanjutnya KY akan melakukan analisa, kita juga menyapaikan kepada ormas itu jika KY tidak bisa mengubah putusan hakim, namun jika ada hakim yang melakukan kode etik dalam putusan itu, maka KY akan melakukan proses," ungkapnya.

Baca Juga: Berkat Bantuan PLN Peduli, Koperasi Rasau Jaya Mandiri Mampu Produksi 6.630 Pakaian Tiap Tahun

Salah satu kerabat Lili santi Hasan, W Hariyanto mengatakan aksi damai yang dilakukan adalah untuk menindak lanjuti terkait sengketa tanah yang telah dimenangkan oleh PT Bumi Raya Indah.

"Sebelumnya pemilik tanah Lili Santi Hasan sudah lima kali menang dalam sengketa tanah yang ada di jalan Mayor Alianyang tepatnya di depan dan samping Kodam XII Tanjupura dengan orang yang berbeda," katanya saat menyampaikan aksi damai di PTUN Pontianak.

Dirinya malah menduga ada indikasi permainan pihak PT Bumi Raya dengan BPN dan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, karena dirinya beralasan sudah lima kali digugat tanah itu namun Lili selalu menang, namun saat digugat oleh PT Bumi Raya ternyata kalah.

Lili Santi Hasan yang merupakan pemilik tiga bidang tanah berserfitikat hak milik sejak tahun 1997 di Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat meminta perlindungan kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Baca Juga: 1 Pengacara Mafia Tanah dan 8 Preman Ditangkap Polisi karena Rampas Lahan Warga

Ini lantaran putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, Kamis, 4 Maret 2021, memenangkan Bumi Indah Raya, terhadap tanah milk Lili Santi Hasan, seluas 7.968 meter persegi.

Tanah sertifikat hak milik atas nama Lili Santi Hasan, terbagi dalam tiga buku sertifikat hak milik di kawasan pusat perbelanjaan modern, Trans Mart yang berhadapan dengan Markas Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura, Jalan Mayor Mohammad Alianjang, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya.

“Kepada Presiden Indonesia, Bapak Ir Joko Widodo, tolong berkenan untuk meluangkan waktu membantu saya,” kata Lili Santi Hasan.

Dirinya merasa sudah diperlakukan sangat tidak adil, atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, Pontianak, pada Kamis, 4 Maret 2021 yang telah memenangkan Bumi Indah Raya, atas kepemilikan tanah miliknya, sehingga Lili memohon perilndungan hukum kepada Bapak Presiden.

“Tanah saya itu mencakup tiga buku sertifikat hak milik. Dua sertifikat hak milik atas nama Saya, Lili Santi Hasan yang mana tanah tersebut merupakan warisan ayah saya yaitu sertifikat hak milik nomor 43362 yang terletak di samping Komando Daerah Militer XI/Tanjungpura,” ujar Lili Santi Hasan.

Baca Juga: Curi Tanaman Hias Jenis Monstera King Senilai Rp6 Juta, AS Akhirnya Dibekuk Polisi

Sedangkan sertifikat hak milik nomor 43361 dan sertifikat hak milik nomor 40092 terletak di depan Kodam XII/Tanjungpura, persisnya di samping tanah penggugat yang sekarang lagi dibangun Trans Mart dan Mall.

"Dua sertifikat serfiikat hak milik 43361 dan 43362 adalah pemecahan dari SHM 3150 yang terbit tahun 1997 yang ayah saya beli dari Kaprawi tahun tahun 2001," jelasnya.

Pada tahun 2005, sertifikat hak milik 3150 terbelah oleh proyek Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Tol Kapuas II, yang sekarang ini dinamakan Jalan Mayor Mohammad Alianjang.

Sedangkan sertifikat hak milik 40092 dibeli Lili Santi Hasan tahun 2012, persis di belakang sertifikat hak milik 43361.

Menurutnya, tiga bidang tanah sertifikat hak milik, atas nama Lili Santi Hasan itu sudah enam kali digugat orang.

Namun Lima gugatan sebelumnya, selalu dimenangkan Lili Santi Hasan, hingga berkekuatan hukum tetap di Mahkamah Agung.

Tapi ketika digugat kali keenam kalinya, dan penggugatnya adalah perusahaan besar yang sebelumnya bergerak di bidang hak pengusahaan hutan yang sekarang beralih ke bidang property, yaitu Bumi Indah Raya, Namun hati nurani hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak telah mengesampingkan fakta.

Baca Juga: Polisi sebut Puluhan Hektar Lahan Rusak di Riau Sengaja Dibakar

“Tetapi kenyataan yang kami hadapi, hakim sudah membalikkan fakta di dalam mengambil keputusan. Sertifikat hak milik Lili Santi Hasan yang terbit tahun 1997 disebut di dalam amar pertimbangan hukum disebut terbit tahun 2012, sehinga dalam putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, Kamis, 4 Maret 2021, sudah tidak sesuai fakta,” ungkap Lili.

Lili Santi Hasan yang meminta perlindungan hukum kepada Pemerintah Republik Indonesia bukanlah hal yang berlebihan.

“Ayah Saya, Matan Hasan, semasa hidupnya kenal baik dengan pemilik PT Bumi Indah Raya, yaitu Bapak almarhum Adijanto, karena sama-sama di dalam kepengurusan Yayasan Marga Tan,” ungkap Lili Santi Hasan.

Diceritakannya, waktu ganti rugi proyek Jalan Tol Jembatan Kapuas II tahun 2005, ia mengaku sama-sama mendapat ganti rugi dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat. Tetapi sertifikat hak pakai yang digunakan untuk menggugat waktu itu tidak ada.

“Atas dasar kenyataan itu, pihak penggugat sangat tahu, bahwa tanah itu adalah milik kami yang sah secara hukum,” tutur Lili Santi Hasan.

Musibah yang menimpa Lili Santi Hasan, ini, mengingatkan kita akan tekad Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional bersama Kepolisian Republik Indonesia yang bertekad terus memerangi mafia tanah.

Baca Juga: Pemkab Kapuas Hulu Pergunakan DAU untuk Bangun 3 Gedung di Tahun 2021 Ini

Diakuinya, tanah itu sudah keluarganya selama lebih dari 50 tahun terhitung dari pemilik sebelumnya.

Penguasaan selama 50 tahun, menurut Lili Santi Hasan, apabila dihitung ke belakang, yaitu sejak tahun 1970 saat dikuasai Kaprawi, dan dibeli Tan Tje San, alias Hasan Matan, orangtua kandung saya tahun 2001, maka penguasaan tanah dari keluarga Lili Santi Hasan, ini sudah berlangsung selama lebih dari 50 tahun, yaitu dari tahun 1970 sampai sekarang.

Dikatakan Lili Santi Hasan, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kubu Raya, dalam keterangan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pontianak, Jumat, 10 Januari 2020, sudah menegaskan, penerbitan sertifikat hak milik atas nama Lili Santi Hasan, diterbitkan tahun 1997.

Penerbitan tahun 1997, sesuai ketentuan yang berlaku. Dilakukan penerbitan pecahan sertifikat tahun 2015, karena sebagiannya dibebaskan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tahun 2005, untuk proyek jalan Jembatan Kapuas II.

“Sejak Sejak kawasan jalan Tol Jembatan Kapuas II semakin ramai dan strategis, saya sudah mulai digugat banyak pihak,” ujar Lili Santi Hasan.

Baca Juga: Sebanyak 13 Bangunan KUA di Kapuas Hulu Belum Memenuhi Standar

Diungkapkan Lili Santi Hasan, dalam lima kali gugatan sebelumnya, satu kali di PTUN Pontianak, 1 kali di Pengadilan Negeri Pontianak, 3 kali di Pengadilan Negeri Mempawah.

“Dari lima kali gugatan, berkat kebenaran alas hak atas tanah kami, maka kami selalu menang hingga Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap,” ungkap Lili Santi Hasan.

Adapun indikasi ketidakberesan lain, atas penerbitan sertifikat hak pakai milik PT Bumi Indah Raya yang menggunakan peta lokasi tahun 1976 untuk peneribatan serfitikat tahun 2007.

Bayangkan saja, lanjut Lili Santi Hasan, bagaimana mungkin sebuah sertifikat hak pakai atas nama Bumi Indah Raya, yang diklaim diterbitkan tahun 2007, dalam gambar situasi di sertifikat tidak ada peta bidang jalan.
.
“Sedangkan Pemerintah sudah mengganti rugi tanah orang tua Lili Santi Hasan tahun 2005. Dari logika sederhana saja, peta lokasi kepemilikan tanah, pasti berubah dalam kurun waktu 31 tahun, yaitu dari tahun 1976 ke tahun 2007,” ungkap Lili Santi Hasan.

 

Menurutnya, kasus yang menimpanya ini jelas-jelas praktik mafia tanah, dan dirinya mengaku sebagai korbannya.

Baca Juga: Kejati Kalbar Optimis Bisa Meraih WBBM di Tahun 2021 Ini

“Sebagai pihak yang dikorbankan, saya harus banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, Kamis, 4 Maret 2021,” ungkap Lili Santi Hasan.

Di samping itu, Lili Santi Hasan, segera melaporkan tiga oknum majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak, ke Komisi Yudisial dan Ketua Mahkamah Agung.

Tiga orang hakim disebutkan yang segera dilaporkan, yaitu Efendi, sebagai ketua majelis hakim, dengan hakim anggota Maria Pingkan Telew dan Dien Novita, serta Panitera Pengganti, Noce Umnehopa.

Tiga oknum hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak sangat layak dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Ketua Mahkamah Agung, karena mengabaikan fakta berupa cacat produsedur terhadap penerbitan sertifikat atas nama Bumi Indah Raya tahun 2007 yang menggunakan peta lokasi yang dibuat 31 tahun sebelumnya, yaitu tahun 1976.

“Terakhir saya mohon kepada Bapak Presiden dan Bapak Kapolri. Saya sudah terzalimi. Bapak Presiden sudah membagikan sertifikat jutaan lembar kepada masyarakat di Indonesia,” jelasnya.

Baca Juga: Penikmat Kopi Wajib Tahu Tentang Jenis dan Manfaatnya Bagi Tubuh Kita

“Kami yang membeli dengan uang hasil jerih payah sendiri, dihadapkan dengan keadaan seperti ini. Saya mohon keadilan dan perlindungan hukum kepada Bapak Presiden Indonesia,” ungkap Lili Santi Hasan.

Kegeraman Lili Santi Hasan, tidaklah terlalu berlebihan, karena Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, mengakui para mafia tanah sering ditemui mengubah atau menggeser bahkan menghilangkan patok tanda batas tanah.

Sebagai korban, dirinya menegaskan tidak akan pernah mundur untuk menuntut hak, karena sebagai warga negara Indonesia dirinya mengaku berhak menuntut keadilan hukum.

Sudah banyak sekali anggota masyarakat menjadi korban para mafia tanah, di antaranya Lili Santi Hasan yang memiliki tanah di kawasan strategis di Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.

Baca Juga: Begini Sejarah Singkat Kopi di Dunia hingga Sampai ke Indonesia

Sebelumnya, Presiden Indonesia, Joko Widodo telah menginstruksi Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memberantas tuntas para mafia tanah yang banyak merugikan masyarakat.

Kamis, 18 Februari 2021, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dengan menggandeng Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, mengumumkan pembentukan Satuan Tugas atau Satgas Anti Mafia Tanah.

Satgas Anti Mafia Tanah Polisi Republik Indonesia dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, diimplementasikan di tingkat Markas Besar Polisi Republik, Kepolisian Daerah, Kepolisian Kota Besar, Kepolisian Resort hingga Kepolisian Sektor.

Baca Juga: Sulit Dilalui Siapapun, Ini Daftar 9 Rekor “Bintang” Sepak Bola Dunia

Akibat yang ditimbulkan dari ulah mafia ini adalah sengketa dan konflik pertanahan, sehingga menyulitkan Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan kepastian hukum hak atas tanah.***

Editor: Faisal Rizal

Tags

Terkini

Terpopuler