Gapoktan Bongkar Program Tanam Ubi Kayu Dinas Pertanian 2016 - 2017 Dianggap Gagal

19 Juli 2021, 18:35 WIB
Ilustrasi: Ubi kayu /feraugustodesign /Pixabay

WARTA PONTIANAK – Program ubi kayu Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2016-2017 di Desa Suka Maju Kecamatan Mentebah dilakukan penanaman ubi kayu sebanyak 500.000 stek dengan luas lahan 70 hektare tersebut menghabiskan anggaran kurang lebih Rp4 miliar.

Proyek tanam ubi tersebut dianggap banyak yang tidak benar sehingga dibongkar oleh salah satu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di wilayah tersebut.

Ketua Gapoktan Usaha Bersama II, Abin Sugandi menceritakan, pada tahun 2016 - 2017 ada proyek bantuan program tanam ubi yang masuk ke desanya. Proyek bantuan tersebut untuk dua Gapoktan yakni Gapoktan Usaha Bersama I yang diketuai oleh Sunana dan Usaha Bersama II diketuai dirinya sendiri.

"Dinas Pertanian menyampaikan jika tanam ubi itu 70 hektare. Tapi fakta dilapangan hanya 30 hektar lebih saja, tidak sampai 70 hektare," katanya saat dijumpai wartawan di rumahnya belum lama ini.

Pria asal Jawa Barat ini menceritakan bagaimana proyek tanam ubi ini bermula. Menurutnya berawal dari ajuan proposal, dimana proposal itu ditandatangani olehnya dan anggota kelompok taninya. Begitu juga dengan kelompok tani usaha bersama satu.

Namun dalam ajuan proposal ini saja sudah banyak yang janggal kata Abin, karena dalam satu kelompok yang harusnya 40 orang, namun jumlah tersebut tidaklah sampai.

Baca Juga: Miris, Satu Penyuluh Pertanian di Kapuas Hulu Harus Tangani Satu Kecamatan

"Kalau digabungkan saja kedua kelompok itu, tidak sampai 30 orang. Untuk kelompok tani kami hanya 16 orang, itu pun tidak semua yang mendapatkan bibit ubi, apalagi menanam. Padahal nama-nama anggota kami itu masuk semua dalam proposal,"kesalnya.

Dari program penanaman ubi tahun 2017 itu, hanya satu kali penanaman dan satu kali panen selanjutnya tidak berjalan lagi program itu.

"Dari 30 hektar lebih yang ditanam itu, itupun tidak semuanya panen, hanya sebagian saja yang dipanen,"jelasnya.

Selain itu kata Abin Sugandi, bahkan dirinya sendiri selaku Ketua Gapoktan Usaha Bersama II juga tidak mengetahui hasil panen ubi itu, karena yang mengatur semuanya, bahkan sampai penjualan itu adalah Sunana Ketua Gapoktan Usaha Bersama I.

"Sampai hari ini hasil panen itu, serupiah pun tidak ada menghasilkan dari panen itu,"ucapnya.

Baca Juga: Warga Sumpak Sengkuang Minta Wilayahnya jadi Tempat Wisata dan Kawasan Pertanian

Lanjut Abin,  program ini dapat dikatakan gagal total, lantaran semua tidak sesuai perencanaan, di mana katanya 70 hektar, tidak sampai 70 hektar, melainkan hanya 30 hektar lebih berkaitan dengan penanaman. Selanjutnya begitu panen, tidak semuanya yang panen dari yang ditanam. Bahkan pihaknya yang merupakan penerima manfaat dari program tanam ubi itu, tidak merasakan manfaatnya.

"Untuk mesin sendiri, ada dua mesin yang diberikan. Untuk kelompok usaha bersama I dan II. Kalau yang untuk kita itu di dekat rumah Kadus. Mungkin karena tidak difungsikan, kemudian ditangani sama dia. Kalau sekarang saya tidak tahu kemana itu mesin," jelasnya.

Tak hanya itu, Abin pun secara blak-blakan berkaitan dengan data proposal anggota Gapoktan dari Usaha Bersama I. Di mana orang yang sudah meninggal dunia atau sudah tidak di desa itu lagi juga dimasukan pada saat itu, bahkan anehnya ada yang sudah meninggal dunia tapi ikut menandatangani proposal.

"Pernah saya lihat, itu ada di arsip . Memang ada nama sampai 40 orang. Tapi ada nama-nama yang tidak disini lagi (keluar dari desa) bahkan ada yang sudah meninggal dunia. Seperti Pak Entong dan Sardi kan sudah meninggal. Tapi masuk daftar di kelompok satu,"terangnya.

Baca Juga: Kapuas Hulu Masih Kekurangan Tenaga Penyuluh Pertanian

Ditambahkan Tatang Kuswara anggota Gapoktan Usaha Bersama II menyampaikan,  dirinya kurang begitu paham dengan proyek tanam ubi 2017 ini. Namun yang jelas kegiatan menanam ubi itu, dirinya sendiri hanya dilibatkan dalam pembukaan lahan. Namun namanya sudah terdaftar dalam proposal bahkan ikut menandatangani, malah tidak kebagian bibit ubi dari pemerintah tersebut.

Tatang juga membenarkan apa yang diucapkan Ketua Gapoktan Usaha Bersama II, di mana untuk Gapoktan Usaha Bersama II sendiri jumlah anggotanya sangat jauh dari 40 orang.

"Di kelompok saya hanya 16. Tidak ada 40. Bahkan yang tidak dapat bibit, bukan saya sendiri yang tidak dapat. Tapi ada yang tidak dapat juga dari kelompok saya, sementara nama masuk dalam daftar," ujarnya.

Lanjut Tatang, jika penanaman ubi dikatakan sudah sesuai perencanaan yakni dengan luas 70 hektar, tentulah dirinya mendapatkan bibit, apalagi namanya masuk dalam daftar proposal.

Baca Juga: Kerusakan Lahan Pertanian Akibat Banjir Kalsel di HST Capai 11.231 Hektare

"Kalau 70 hektar saya kebagianlah. Disini perkelompok itu gak sampai 40 orang, di sini perkelompok di bawah dua puluh orang," tuturnya.

Untuk perkembangan program ubi ini kata Tatang, tidak ada lagi pengelolaan, petani pun sudah tidak ada tanam ubi lagi.

"Tidak ada tanam ubi lagi sekarang. Hanya satu sekali tanam dan satu kali panen saja," ucapnya.

Sementara itu Sabri Kades Suka Maju Kecamatan Mentebah menyampaikan,  setahu dirinya anggaran total sekitar Rp4 Miliar untuk program ubi kayu dengan luas lahan 70 hektar, yakni pada tahun 2016/2017.

Program ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dirinya pun tidak bisa mengalahkan siapa-siapa dengan kondisi yang ada saat ini.

Baca Juga: LaNyalla Minta Kementerian Pertanian Menjamin Ketersediaan Pupuk

"Kita tidak bisa menyalahkan Gapoktan karena alasannya begitu. Sementara dinas sendiri sudah sangat membantu masyarakat desa dan bantuan itu terealisasikan," katanya.

Awalnya kata Sabri, program ubi kayu ini berjalan dengan baik produksinya mulai dari penanaman, panen kemudian sampai diproduksi menjadi tepung.

Saat itu untuk perminggu saja bisa sampai 500 Kilogra per satu home industri yang sudah diperbantukan boleh pemerintah dengan pengadaan mesin pengolahan dari ubi kayu untuk menjadi mokap/tapioka.

"Permasalahan kita di pasar saja. Karena kita kalah kualitas dengan produk yang sudah lama yang dipakai oleh produsen kue atau makanan di daerah Kapuas ini," ujarnya.

Sabri mengatakan, pada saat itu tepung dari ubi ini sempat terjual keluar daerahlah, namun setelah itu tidak mau mesan lagi pembeli karena kalah kualitas. Dan kendala sekarang ialah tidak punya pasar.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Evaluasi Kebijakan Subsidi Pertanian

Meskipun begitu, dirinya meminta para Gapoktan untuk tetap produksi walaupun tidak banyak.

"Yang penting berjalan terus, sambil memperbaiki mutu dan kualitas, minta petunjuk dinas terkait. Bagaimana meningkat mutu dan sebagainya," ujarnya.

Lanjut Sabri, menurutnya program ini tidak gagal, karena permasalahannya bukan gagal tidak produksi atau ada kesalahan di dinas. Melainkan adalah pasarnya susah untuk dijual terkait produk ini.

"Karena untuk kualitas ubi ini dari Jawa aman dari hama. Karena beracun jika dimakan mentah. Termasuk manusia. Hanya saja kalau sudah dikelola jadi tepung malah bagus, tidak ada racunnya lagi," ucapnya.

Sementara' itu Abdurrasyid Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kapuas Hulu saat didampingi Kasi Produksinya yakni Fanus ketika dikonfirmasi menjelaskan bahwa tuduhan berkaitan dengan adanya dugaan manipulasi atau rekayasa data penerima bantuan dalam program tanam ubi itu tidak benar.

Baca Juga: Eduwisata Smart Greenhouse, Cara PLN dan Kementan Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Menurutnya, program sudah berjalan sebagaimana mestinya, di mana untuk Desa  Suka Maju itu terdapat dua kelompok tani yang mendapatkan bantuan program, yaitu kelompok Usaha Mandiri I dan Kelompok Usaha Mandiri II.

"Masing-masing Kelompok Tani  itu mereka itu mendapatkan bibit ubi untuk tanam Ubi seluas 35 hektar. Sehingga untuk dua kelompok totalnya 70 hektar," jelasnya.

Fanus juga membantah, untuk adanya kelompok tani yang sudah meninggal atau sudah tidak berada di desa itu, namun masuk dalam proposal bahkan bertanda tangan itu adalah tidak benar.

"Karena untuk proses proposal itu secara berjenjang jadi tidak mungkin seperti itu. Proses itu berjenjang, dari Gapoktan, kemudian data itu ke Kades, terus ke Camat, barulah sampai ke kita," terangnya.

Begitu juga dengan adanya petani dari kelompok Gapoktan yang masuk dalam program, namun tidak menerima hasil panen dirinya juga membantah. Justru Itu tidak ada hubungannya dengan dinas pertanian, melainkan di managemen Gapoktan itu sendiri.

Baca Juga: Untuk Pertanian, Jepang Janjikan Bantuan Dana Rp10 Triliun untuk Afganistan

"Kalau ada yang tidak menikmati hasil silakan tanyakan ke internal mereka. Karena kami tidak membeli hasil panen mereka . Dan mereka menjualnya secara langsung," ujarnya.

Begitu juga  untuk pengadaan bibit sendiri, menurutnya sudah sesuai dan pas dengan lahan yang disiapkan, tidak lebih dan tidak kurang untuk di Desa Suka Maju.

"Untuk berapa anggaran semuanya saya tidak bisa menjelaskan karena itu harus membuka dokumen lagi. Sehingga takut salah ketika berbicara angka anggaran dalam hal ini," tutupnya. ***

Editor: Yuniardi

Tags

Terkini

Terpopuler