Cahaya Damai Ahmadiyah dari Sompak

4 Januari 2022, 15:34 WIB
Masjid Ahmadiyah di Kampung Anam, Desa Sompak, Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak. /Alf Siagian/Warta Pontianak

WARTA PONTIANAK - Tepat di tepi jalan raya sebelah kiri menuju pusat Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak, Kalbar, jika dari arah Desa Pak Kumbang, berdiri tegak masjid semi permanen ukuran sekira 8x8 meter bercatkan dominasi warna hijau dan kuning.

Masjid tanpa plang nama tersebut didirikan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang berada di Kampung Anam, Dusun Ero, Desa Sompak. Di samping masjid terdapat satu rumah dengan warna catnya tidak jauh beda dibanding warna masjid.

Di rumah tersebut tinggal Mubaligh Ibnu Umar Mappasallang Mbsy bersama istri dan dua anaknya. Sejumlah awak median mendatangi rumah tersebut dan menemui mubaligh beberapa waktu lalu. 

Baca Juga: Berikut Sikap MUI dan FKUB Kalbar Terkait JAI Sintang: Ahmadiyah di Luar Islam dan Sesat

Kepada awak media, Ibnu Umar menceritakan bahwa JAI di Kampung Anam ini baik-baik saja sejak berdiri pada tahun 1997.

"Sudah ada sekitar 10 kali pergantian muballigh di sini, karena setiap muballigh selalu rolling. Kalo saya di sini dari tahun 2016, sebelumnya tugas di Ketapang," tuturnya.

Pengakuannya, sampai saat ini baik-baik saja keberadaan mereka dan hidup damai serta berdampingan. Sebab selama ini mereka selalu terbuka kepada siapa pun yang datang, dan berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat lain atau pun pihak pemerintah.

Baca Juga: Polda Kalbar Tetapkan 16 Tersangka Perusakan Tempat Ibadah Ahmadiyah di Sintang

Muballigh Ibnu Umar juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, ada 18 KK dengan 54 jiwa anggota JAI Kampung Anam.

"Itu sudah termasuk anak-anak kecil. Mereka semua adalah asli penduduk di kampung sini," jelasnya.

Diakui Ibnu Umar, pihaknya tidak berani secara terbuka menjelaskan terkait Ahmadiyah. Karena SKB tiga menteri yang melarang untuk menyampaikan beda paham.

"Tetapi kalau kami diberikan diskresi untuk menyampaikan, kami siap untuk berdiskusi. Karena dalam hal ini kami hanya beda pemahaman saja. Maka dari itu untuk masyarakat muslim yang lain, untuk lebih mengenal Ahmadiyah. Mari datang ke Anam untuk melihat dan bersilaturahmi membuka diri," ajaknya.

Ia juga mengimbau kepada anggota Jemaat Ahmadiyah untuk selalu membuka diri, tidak menjelekkan satu sama lain. "Karena kita hidup ini harus harmonis, tidak ada saling benci membenci, karena itu bukan ajaran Islam," tambahnya.

Baca Juga: Pasca Perusakan Masjid Milik Ahmadiyah di Sintang, Polda Kalbar Kirim 400 Personil

Walaupun mungkin ada sedikit perbedaan, mari kita selesaikan dengan diskusi. "Islam mengajarkan tabayyun, mari kita tukar pikiran. Berbeda pemahaman bukan berarti kita saling membenci, tetapi bagaimana kita saling menghormati pemahaman itu," harapnya.

Tampak depan Masjid Ahmadiyah di Sompak

Dari pertanyaan dan pembicaraan kami selanjutnya, diketahui bahwa Jemaat Ahmadiyah di Kampung Anam sebelumnya muslim, karena keluarganya adalah penganut agama Islam.

"Saya Islam sejak lahir, karena orangtua saya sudah beragama Islam," terang Darmaji, Ketua JAI Cabang Anam.

Ia menyampaikan, JAI juga adalah muslim. Sehingga sangat salah jika ada muslim lain yang mengatakan bahwa JAI adalah sesat.

"Kalau sesat, tidak akan sampai ke Kampung Anam JAI ini. Kehidupan kami dengan warga sekitar biasa-biasa saja dan normal-normal saja," ungkapnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Rahimin, sesepuh JAI di Kampung Anam. "Masjid pertama di Sompak ini ada di Kampung Anam (di tengah sawah) didirikan tahun 1974. Berjalannya waktu, kami yang muslim di Kampung Anam ini kurang dalam pembinaan dan berjalan sendiri. Akhirnya pada tahun 1997 datang Pak Soleh dan Warto, dan membina kami dengan membawa ustaz yakni Mukhlis, dan diketahui adalah dari JAI," bebernya.

Baca Juga: 9 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka, Terkait Perusakan Masjid Milik Ahmadiyah di Sintang

Sejak itulah JAI mulai membina muslim yang ada di Kampung Anam. Meski pada tahun 2005 sempat ada penolakan di Jawa dan dianggap sesat. 

"Selama saya mempelajarinya tidak ada yang melenceng dari ajaran Islam. Sahadatnya sama, salatnya sama, rukun imannya enam perkara, rukun Islamnya lima perkara," katanya.

Prihatin Peristiwa Sintang

Saat ditanyakan tentang peristiwa perusakan Masjid Miftahul Huda yang didirikan JAI di Desa Balai Harapan, Sintang, Rahimin, mengatakan sedih dan berduka. Dia meyakini bahwa ajaran Islam sebagaimana diteladankan oleh Nabi Muhammad tidaklah menganjurkan kebencian dan tindak kekerasan.  

"Mengatakan dirinya Islam tapi merusak masjid dengan menyebut nama Allah. Pedahal Allah itu tidak suka jika umat manusia membuat kerusakan di muka bumi. Jadi Islam yang bagus itu yang merusak masjid atau yang membangun masjid?" tanya Rahimin.

Dia menggarisbawahi bahwa Ahmadiyah adalah sama dengan muslim yang lain. Rahimin berharap JAI bisa hidup berdampingan dengan masyarakat. 

"Islam itu bersaudara, selagi mereka mengucapkan kalimat sahadat, selagi salatnya seperti Nabi Muhammad, selagi mengakui Nabi Muhammad, apa yang dikerjakan dan dijalankan Nabi Muhammad, kita sama-sama muslim," katanya. 

Baca Juga: Pemkab Sintang Hentikan Aktivitas Operasional Tempat Ibadah Milik Jemaat Ahmadiyah

Rukun dengan Warga Sekitar 

Keberadaan JAI di Desa Sompak diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar. "Hubungan sosial dan kerukunan di Sompak antara mereka (Ahmadiyah) dengan Kristiani dan muslim yang lain tidak ada masalah, tidak ada pengaruh-pengaruh. Sehingga aman," kata Seselius, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Sompak. 

Dia menyatakan akan melindungi anggota JAI di Sompak. "Kalau ada yang coba-coba datang mengganggu Ahmadiyah di Anam, akan saya usir. Karena apa, kita dengan mereka di sini tidak ada masalah," tegasnya.

Menurut Seselius, selama ini JAI di Kampung Anam apabila menggelar kegiatan selalu meminta izin kepada kepala desa, camat dan DAD. "Selagi tidak ada kegiatannya yang salah atau mengganggu masyarakat sekitar, untuk apa kita melarang. Ya silakan saja," terangnya.

"Jujur saja, saya secara pribadi, kegiatan mereka tidak ada mempengaruhi orang-orang kita di sana. Mereka menjalankan sesuai kepercayaan masing-masing. Jadi siapa pun yang mau mengganggu umat muslim khususnya Ahmadiyah di Anam, kita akan backup mereka, saya akan di depan," tegasnya.

Bukan tanpa alasan, sebab menurut Seselius mereka juga adalah saudara kita dan masih NKRI. "Siapa pun ustaznya di situ, selalu silaturahmi dan izin. Setiap baru masuk atau pun ketika hendak pindah tugas. Jadi silaturahminya bagus," pungkasnya.

Rawat Perdamaian

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Landak, Drs H Muhlis MPd, kepada Tribun mengatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Sompak menjalin keharmonisan dengan baik. 

"Saya pernah berkunjung ke tempat Ahmadiyah yang di Anam, dengan didampingi oleh Kepala KUA dan MUI Kecamatan Mempawah Hulu, serta beberapa penyuluh agama Islam. Mereka (Ahmadiyah) Alhamdullilah menerima pembinaan-pembinaan yang kita lakukan, dan tetap menjaga keharmonisan yang ada di tengah-tengah masyarakat, meskipun kita terjadi perbedaan-perbedaan," jelasnya.

Maka dari itu dirinya mengimbau masyarakat khususnya di Kabupaten Landak, untuk terus menjaga harmonisnya hubungan antar-pemeluk agama. 

"Kita kedepankan keharmonisan dan kedamaian. Insya Allah kalau itu kita lakukan, Landak ini akan selalu rukun, damai, dan harmonis," pesannya.

Muhlis mengingatkan apabila ada persoalan-persoalan hukum, maka percayakan kepada pemerintah untuk menyelesaikannya. "Apapun dia kepercayaannya, apa pun alirannya, itu adalah tugas dari Kemenag untuk mengayomi. Tugas Kemenag untuk melakukan pembinaan-pembinaan. Maka dari itu Kemenag bertugas untuk pembinaan keagamaan, pembinaan aliran-aliran keagamaan," sambungnya.

Baca Juga: Menyoal Syiah dan Ahmadiyah, Menag: Semua Warga Negara Sama di Mata Hukum

Dia berharap seluruh masyarakat merawat harmonisasi dan perdamaian. "Kita di Landak sudah harmonis. Terkait pernyataan-pernyataan orang yang berbeda terhadap Ahmadiyah, di alam demokrasi itu biasa. Cuma perbedaan itu di-manage sebaik mungkin supaya tidak terjadi benturan-benturan di masyarakat," harapnya.

Muhlis tegas menolak tindakan-tindakan provokasi yang merusak perdamaian. 

"Itu saya tidak setuju melakukan kekerasan-kekerasan, termasuk dengan agama apa pun dia, aliran apa pun dia termasuk Ahmadiyah. Saya sangat tidak setuju dengan melakukan kekerasan. Karena dalam semua ajaran agama, tidak boleh melakukan kekerasan. Kalau misalnya ada melanggar hukum, kita percayakan kepada aparat penegak hukum, kita ini negara hukum," tutupnya.

Sementara itu Kapolres Landak, AKBP Stevy Frits Pattiasina SIK, menyampaikan bahwa keberagaman itu sangat indah, dan justru keberagaman itu menjadi sesuatu kekayaan bagi kita.

"Kalau Indonesia tanpa keberagaman, bukan Indonesia namanya. Justru keberagaman yang ada pada kita Indonesia ini, menjadi sesuatu kekayaan atau kekuatan bagi kita," kata Kapolres.

Lanjutnya, tapi kalau keberagaman itu menjadi suatu hal yang menjadikan kehancuran, justru dapat menjadi kelemahan untuk bangsa dan negara. 

"Jadi jangan sampai keberagaman itu menjadi hal yang merusak, khususnya di Kabupaten Landak. Maka harus terus menghargai keberagaman, sehingga kenapa kita di Landak ini landai-landai saja," terang Kapolres.

Terkait keberadaan Ahmadiyah, dia menyatakan bahwa penting bagi kita menjaga kerukunan umat beragama. Agar pembangunan atau terkait dengan investasi dapat terwujud, jika Kamtibmas di Landak berjalan dengan baik.

"Sesuai dengan Pancasila, menghargai keberagaman, menghargai kemerdekaan menjalankan ibadah, itu wajib kita lindungi," tegasnya.

Sehingga pihaknya akan siap melakukan tindakan tegas, kepada siapa pun yang melakukan tindak pidana kepada siapa pun atau terhadap siapa pun. "Keberagaman itu suatu kekayaan kita dan harus kita jaga. Kita harus tetap saling menghargai dan mengasihi," pungkasnya.

Bupati Landak, dr Karolin Margret Natasa, menegaskan bahwa menjaga kerukunan itu penting dalam menjaga keamanan. 

"Keamanan ketertiban itu syarat mutlak, agar bisa negara ini menjalankan pembangunan.  Masyarakatnya hidup dengan tenang, mencari penghidupan yang layak, mendapatkan pendidikan, pelayanan publik. Kalau tidak tenang, aman, damai, gimana?" tegas Karolin.

Terkait dengan jaminan keamanan JAI di Landak, dia mengaku tetap mengacu pada SKB tiga menteri. "Kita menjamin, sesuai SKB tiga menteri. Sesuai dengan arahan itu, kita jalankan pembinaan kepada Jemaat Ahmadiyah. Kemudian mereka juga tetap memiliki hak untuk melaksanakan ibadah, namun sesuai arahan menteri agama itu," ungkap Bupati.

Sebab di SKB tiga menteri juga mengatakan mereka dilakukan pembinaan oleh Kementerian Agama. Tugas utama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum adalah menjaga Kamtibmas.

"Kia menjamin keamanan dan keselamatan mereka, karena mereka juga warga negara Indonesia,” jelas bupati,” tutup Karolin. (*/Alf Siagian)

 

Liputan ini merupakan bagian dari program Workshop dan Story Grant Pers Mainstream yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerjasama dengan Norwegian Embassy untuk Indonesia.

Editor: M. Reinardo Sinaga

Tags

Terkini

Terpopuler