Menurutnya, lahan tersebut awalnya dibeli Anthony Lisandy dari Drs. H. Darwin Muhammad pada tahun 2009 dengan nomor sertifikat M.5274.
Kemudian M.5274 itu dipecah dan terbitlah sertifikat M.08451 dengan luas 8.453 meter persegi pada tahun 2013 silam. Sehingga, luas M.5274 berkurang menjadi 15.180 meter persegi.
Selanjutnya, dilakukan pengukuran ulang sertifikat M.08451 pada tahun 2015 oleh petugas BPN Kubu Raya, dan dari hasil pengukuran yang semula luasnya 8.451 meter persegi bertambah menjadi 10.454 meter persegi.
"Petugas BPN Kubu Raya yang mengukur ketika itu adalah Ibnu dan Arsyad. Jadi diukur ulang, luas tanah itu bertambah," ujar Maris.
Namun, tiba-tiba lahan tersebut diakui sebagai aset milik Pemprov Kalbar, sehingga terjadilah sengketa.
Baca Juga: Polresta Pontianak Ringkus Pelaku Penggelapan Ban dan Velg Dump Truc, Satu Masih Buron
Maris pun sudah mencoba untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan tersebut dengan menghubungi Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemprov Kalbar pada tahun 2016 lalu.
"Saya menghubungi Ibu Linda Asniah yang waktu itu dibagian aset BKAD Pemprov Kalbar," ujarnya.
Dari hasil koordinasi dengan BKAD kemudian dilakukan gelar pendapat, tapi tidak ada hasilnya. Menurut Maris, BKAD masih ngotot mengakui tanah yang dibeli dari mantan Sekda Kalbar Syakirman itu, posisinya berada di tanah miliknya.
Upaya Maris pun tak berhenti sampai disitu, ia lantas menemui Syakirman yang menjual tanah itu ke Pemprov Kalbar. Namun, hasil pertemuan pun tetap tidak membuahkan hasil.