Dugaan Korupsi Dana Hibah Pembangunan Gereja di Sintang, Dua anggota DPRD di Kalbar Ditetapkan Jadi Tersangka

5 Oktober 2021, 22:37 WIB
Empat tersangka korupsi pembangunan gereja di Sintang dihadirkan dalam konferensi press /Dika Febriawan/Warta Pontianak

WARTA PONTIANAK – Dua anggota DPRD ditetapkan menjadi tersangka korupsi dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Sintang untuk pembangunan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jema'at Eben Heazer di Duaun Belumgai Desa Semuntai Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Senin 4 Oktober 2021.

Dua Wakil Rakyat tersebut merupakan Anggota DPRD Provinsi Kalbar berinisial TI dan DPRD Kabupaten Sintang berinisial TM yang kini sudah dilakukan penahanan di Rutan Kelas II A Pontianak.

Selain dua nama tersebut, praktik korupsi ini juga melibatkan seorang ASN di Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBPPA) Kabupaten Sintang berinisial SM, dan seorang pendeta berinisial JM yang kebetulan merupakan pengurus Gereja GPdI Jema’at Eben Haezer tersebut.

Dana hibah dari Pemerintah Sintang sebesar Rp299 juta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2018 tersebut digunakan para tersangka untuk kepentingan pribadi.

Asintel Kejaksaan Tinggi Kalbar, Taliwondo kepada wartawan, Selasa 5 Oktober 2021 mengatakan, awal mula dugaan korupsi ini ketika Pemerintah Kabupaten Sintang menyalurkan dana hibah sebesar Rp299 juta pada 26 Februari 2018 lalu.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja, Tiga Anggota DPRD Mimika Diperiksa KPK

Dana tersebut dicairkan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD) Kabupaten Sintang sebanyak dua kali tahap untuk pembangunan Gereja GPdI Jema’at Eben Heazer Dusun Belungai, Desa Semuntai Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang.

Pada tahap pertama, tepatnya 27 April 2018, dana hibah tersebut dikirim ke rekening pribadi JM sebesar Rp239 juta. Sementara tahap kedua pada 13 Juli 2018 kembali dikirim sebesar Rp59.800.000 ke rekening pengurus.

Celakanya, duit hibah sebesar Rp219.150.000 pada pengiriman tahap pertama tersebut justru diserahkan JM kepada SM. Oleh SM uang itu dibagi-bagi kepada TI sebesar Rp100 juta, sebesar Rp19.800.000 diberikan kepada TM.

“Uang Rp100 juta tersebut digunakan TI untuk memberangkatkan pendeta-pendeta ke Yerusalem, dan sebesar Rp19.800.000 kepada TM itu digunakan sebagai fee komitmen antara JM, SM dan TM,” ujarnya dalam Konferensi press di Kejati Kalbar, Senin 4 Oktober 2021.

Sementara sisanya dana hibah sebesar Rp121.881.750 tetap dikuasai oleh SM, dan JM dengan besaran masing-masing Rp 99.350.000 dan JM sebesar Rp22.531.750. Sementara dana yang murni untuk pembangunan gereja hanya sebesar Rp57.318.250. 

Baca Juga: Berkas Perkara Dugaan Korupsi Mts Ma'arif Putussibau sudah Diterima Kejaksaan

Dugaan korupsi oleh empat tersangka ini mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp241.681.750 berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Kalbar pada September 2021.

“Terhadap para tersangka akan dilakukan penahanan selama dua puluh hari ke depan,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Kajati Kalbar, Masyhudi mengatakan penetapan status tersangka terhadap empat orang ini berdasarkan sudah cukupnya dua alat bukti yang dikumpulkan oleh pihaknya. Mulai dari temuan adanya bantuan keuangan tersebut tanpa melalui proposal sampai tidak adanya verifikasi.

“Yang lebih tidak benar lagi, uang tersebut dikirim ke rekening pribadi,” ujarnya.

Adanya kasus ini menunjukkan pengelolaan keuangan yang tidak baik. Pemerintah daerah, kata dia semestinya harus transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan daerah.

Hal inipun terpotret dari sejumlah daerah yang dinilainya selama ini belum baik dalam pengelolaan keuangan. Baik dari perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan yang tidak melibatkan masyarakat luas dalam hal pengawasan.

Baca Juga: Kejari Kapuas Hulu Bentuk Tim terkait Dugaan Korupsi Pembangunan Terminal di Bunut Hilir

“Selama ini masih ada beberapa pemerintah daerah yang mengelola keuangan yang tidak transparan. Padahal uang itu dari pajak rakyat, jadi seharusnya digunakan untuk rakyat,” tambahnya.

Sementara Raymondus Loin, pengacara JM dan SM menegaskan pihaknya akan segera melakukan praperadilan atas penetepan status tersangka dan penahanan yang dilakukan oleh Kejati Kalbar. Hal ini dilakukan mengingat kedua kliennya tersebut menolak atas penetapan status tersangka dan penahanan.

“Ini hak klien saya yang sudah tertera adalam KUHAP. Kita negara hukum, harus menjalankan azas praduga tak bersalah. Ada kajian yuridis yang kita lihat, terlagi ada poin kelima yakni pertanyaan tentang bersedia kembali lagi saat dibutuhkan. Ini memberikan angin segar kepada tersangka untuk datang kembali,"ujarnya.

Dia menyebutkan, dalam hasil pemeriksaan terhadap JM, tidak ada satupun kalimat yang mengarah pada penetapan status tersangka terhadap klienpenya tersebut. Terlebih, JM sendiri merupakan tokoh agama. Menurut dia, dengan status sosial tersebut ia yakin kliennya tidak bersalah. Apalagi seorang pendeta sendiri memiliki tujuan mulia untuk banyak orang dan agama.

Baca Juga: OTT Bupati Probolinggo, Firli: Bukti Komitmen KPK agar Indonesia Bersih dari Praktik Korupsi

"Ketika ada orang berusaha menzalimi dengan menumpang undang-undang, maka perlu kita jawab dengan hal yang sama. Karena pasal-pasal yang ada di undang-undang itu bersifat abstrak. Jadi, belum bisa mengatakan orang bersalah, dalam hukum acara di Pengadilan lah baru ketahuan duduk persoalannya," tambahnya.

Selain itu, terkait dengan pengakuan yang telah disampaikan harus didampingi oleh pengacara, dan perlu pembuktian. Apalagi, dalam memberi keterangan tersebut semestinya klienya masih berstatus saksi.

"Oleh sebab itu, proses hukum ini kami akan mengambil langkah hukum untuk melakukan praperadilan," tutupnya. ***

Editor: Yuniardi

Tags

Terkini

Terpopuler