Tersangka Mafia Tanah Tidak Ditahan, Herman Hofi Munawar: Sangat Melukai Hati Masyarakat

- 9 Juli 2021, 11:04 WIB
Pengamat Hukum, Herman Hofi Munawar
Pengamat Hukum, Herman Hofi Munawar /Dokumen pribadi/

WARTA PONTIANAK – Pengamat Hukum, Herman Hofi Munawar menilai, tidak ditahannya dua tersangka perkara dugaan mafia tanah dinilai melukai hati masyarakat.

Kedua warga masing-masing berinisial IS (56) dan AB (50) yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu, dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

“Mestinya penyidik memperhatikan rasa keadilan. Jangan sampai masyarakat terlukai dengan sikap seperti itu,” kata Herman saat dihubungi, Jumat 9 Juli 2021.

Menurut Herman, penyidik tidak harus semata-mata berpegang pada persoalan formal. Ada hal-hal non hukum yang bisa menimbulkan kekecewaan dan masyarakat berspekulasi.

Karena di sisi lain, ada kelompok masyarakat yang memiliki persoalan biasa, seperti pencurian, saat mengajukan penangguhan, tidak dikabulkan. Sementara kasus yang menjadi atensi Kapolri seperti ini, malah diberi penangguhan.

“Jadi kalau masyarakat merasa kecewa, tidak puas dengan kinerja penyidik karena memberikan dispensasi itu patut dimaklumi. Jangan salahkan masyarakat berpikir aneh-anah. Jangan-jangan ada pihak tertentu yang ngajukan penangguhan,” ucap Herman.

Baca Juga: Dirugikan Rp2 Miliar Oleh Tersangka Mafia Tanah, Kuasa Hukum Korban: Keduanya Masih Berkeliaran Bebas

Herman menjelaskan, secara yuridis formal, penanguhan penahanan memang diatur dalam hukum acara pidana. Bisa saja, tersangka tidak ditahan dengan alasan subjektif dan objektif.

Alasan subjektif, misalnya, dianggap tidak melarikan diri, tidak menghilangkan alat bukti dan tidak mengulangi perbuatan, dan tuntutan di bawah 5 tahun.

“Hak penyidiklah. Namun, penyidik tidak bisa semata menggunakan haknya mengunakan hukum acara pidana. Namun, harus memperhatikan aspek keadilan di masyarakat,” harap Herman.

Dengan kasus yang sudah ramai dibicarakan ini, lanjut Herman, apalagi kasus mafia tanah ini persoalan nasional, mestinya penyidik juga memperhatikan aspek keadilan masyarakat. Bukan semata-mata berpegang pada hukum acara yang ada. Secara hukum acara benar dan itu tidak disalahkan.

“Penyidik punya hak menentukan ditahan atau tidak. Itu kewenangan penyidik. Tapi itu tadi. Penyidik tidak semata berpegang di hukum acara. Rasa keadilan masyarakat harus jadi perhatian. Jangan sampai masyarakat merasa terlukai,” ucap Herman.

Baca Juga: Polda Kalbar Tetapkan 2 Tersangka Kasus Dugaan Mafia Tanah, Korban: Kenapa Tersangka Tidak Ditahan?

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donnye Charles Go mengatakan tersangka kasus tersebut tidak dilakukan penahanan, karena penyidik menilai tersangka kooperatif saat dilakukan pemeriksaan.

Meski begitu, Donny enggan menjelaskan siapa yang menjadi penjamin sehingga IS dan BB tidak dilakukan penahanan. Yang jelas, kata Donny, berkas perkara kasus tersebut sudah dikirimkan ke jaksa penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi Kalbar. 

"Perkara sudah sampai ke pihak kejaksaan. Mohon waktu saja, kalau sudah dinyatakan lengkap oleh JPU, kita akan limpahkan kasusnya," ungkap Donny.

Sementara itu, perkara ini bermula tahun 2014. Saat itu, korban bernama Syukur, bertemu dengan AB dan IS atas perantara YN, mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektar depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.   

Baca Juga: Oknum Kepala Desa dan Mantan Pegawai BPN Kubu Raya Terlibat Sindikat Mafia Tanah

Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp 250.000 per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp 200.000 per meter.

“Saya Tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertifikat, dijawab belum. Tapi mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu tidak bermasalah,” kata Syukur.

Untuk meyakinkan Syukur, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh kepala desa setempat, dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh kepala desa.

Keduanya juga menyanggupi dan berjanji akan mengurus sertifikat tersebut.

“Sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Lalu saya serahkan uang tunai sebesar Rp 300 juta, dengan dibuatkan bukti kwitansi,” ucap Syukur.

Baca Juga: 1 Pengacara Mafia Tanah dan 8 Preman Ditangkap Polisi karena Rampas Lahan Warga

Kemudian, lanjut Syukur, secara bertahap, sampai tahun 2016, telah diberikan uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB, dengan total Rp 2,1 miliar. “Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” jelas Syukur.

Petaka bagi Syukur tiba bulan Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain. Orang tersebut juga menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan.

Tak puas sampai di situ, Syukur juga segera mengkonfirmasi kepada pihak BPN Kubu Raya. Dan ternyata, obyek tanah tersebut saat ini telah dikuasai orang lain berdasarkan sertifikat hak miliki bernomor 3.846, yang dikeluarkan pada tahun 1982.

“Dari situ saya kemudian tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” ungkap Syukur.

Menurut Syukur, pihak IS dan IB tetap bersikukuh, bahwa tanah tersebut milik mereka dan malah kembali meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikat tanah.

Baca Juga: Dirugikan Rp2 Miliar Oleh Tersangka Mafia Tanah, Kuasa Hukum Korban: Keduanya Masih Berkeliaran Bebas

Namun, Syukur tidak mau lagi kecolongan, dengan menyetop memberikan uang tambahan karena merasa telah ditipu, dan meminta uang yang sudah diterima IS dan AB sebesar Rp 2,1 miliar dikembalikan karena awalnya diyakinkan, bahwa jika tanah itu bukan milik mereka, uang akan dikembalikan.

Bahkan upaya mediasi dan menunggu janji-janji dari IS dan AB memakan waktu hingga 4 tahun, tapi tak juga terealisasi.

“Sampai sekarang uang itu tak pernah kembali. Selama 4 tahun, sempat beberapa kali dilakukan mediasi. Mereka hanya berjanji. Bahkan akhir-akhir ini IS dan AB tidak mau datang,” ucap Syukur.

Hingga saat ini, Syukur belum melihat adanya itikad baik dari kedua tersangka. Jangankan mengembalikan uang kerugian, berkomunikasi juga sudah tidak pernah.

Baca Juga: Polda Kalbar Tetapkan 2 Tersangka Kasus Dugaan Mafia Tanah, Korban: Kenapa Tersangka Tidak Ditahan?

Malahan terduga pelaku menggugat Syukur di Pengadilan Negeri Mempawah. Gugatan perdata Nomor: 67/PDT.G/2020/PN.MPW tersebut akhirnya ditolak majelis hakim, dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah).

Adapun, janji mengembalikan uang hanya disampaikan kepada penyidik, namun tak pernah ditepati.

Maka dari itu, Syukur berharap adanya keadilan dari penegak hukum untuk, paling tidak menahan kedua tersangka.

“Saya masyarakat kecil yang dirugikan oleh oknum, atas tidak ditahannya kedua tersangka ini saya sangat menyayangkan,” tutupnya. ***

Editor: Yuniardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah