Ditambahkannya lagi, akses informasi yang sangat mudah dan terbuka mengakibatkan kondisi dikotomi tersebut seolah kekal hampir selama 10 tahun.
“Ini salahsatu fenomena sosial yang seolah-olah Indonesia menganut pola oposisi, padahal sistemnya tidak seperti itu. Pola kontrol sosial memang sangat diperlukan bagi pemerintah, tetapi jangan sampai mengganggu semangat dan menggerus nilai-nilai kebangsaan,” kata dia.
Baca Juga: 40 Orang Lolos Seleksi Pendaftaran Sekolah Kader Pengawas Pemilu di Kapuas Hulu
Dijelaskannya, rakyat harus menjadi subjek utama sistem demokrasi yang aspirasinya harus dijamin melalui prinsip kepemiluan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, dan efektif, serta efisien.
“Lantas, siapa yang berperan dalam proses pendewasaan rakyat dalam berpolitik. Jangan sampai rakyat ditempatkan sebagai objek,” ujarnya.
Kondisi sekarang, jelas Rido, masih saja berlangsung agitasi dan propaganda dari kelompok kepentingan yang cenderung tidak sehat dan membuat masyarakat menjadi terkotak-kotak akibat kontestasi kepemimpinan.
“Kita tentu saja menginginkan iklim yang kondusif dan anak bangsa jangan sampai dibenturkan yang berujung pada dendam kesumat politik,” katanya.
pemilu
Sekjen Presidium Instan, Firman, menggarisbawahi pelaksanaan lokakarya itu memiliki tujuan menyediakan ruang diskusi lintas stakeholders sebagai upaya pendidikan politik, wahana edukatif dalam menumbuhkembangkan semangat nasionalisme dan kebangsaan dalam iklim demokratis, menghasilkan kajian komprehensif yang dapat menjadi pola alternatif pendidikan politik yang memerhatikan kemajukan dan sikap toleransi.