Sebut Warga Rempang Tak Punya Sertifikat Hak Milik, Menteri ATR BPN Dikritik Ketua PBNU

25 September 2023, 23:46 WIB
Presiden Jokowi memimpin rapat pembahasan permasalahan pertanahan di Pulau Rempang, Senin 25 September 2023 di Istana Merdeka, Jakarta. /Foto: Humas Setkab/Agung/

WARTA PONTIANAK – Pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto yang menyebut warga Rempang, Batam tak memiliki sertifikat kepemilikan lahan dikritik oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali).

“Negara jangan hanya ngomong warga enggak punya sertifikat tanah. Kewajiban negara menciptakan taraf hidup yang baik untuk rakyatnya. Kalau rakyat sebelumnya sudah punya pekerjaan di situ kemudian diusir begitu saja artinya negara tidak menaati wajib konstitusi. Ini bertentangan,” ujar Savic Sabtu 23 September 2023.

Menurut Savic, dalam kasus Rempang bukan semata kepemilikan tanah. Banyak warga yang tidak memiliki tanah namun telah lama bekerja di Rempang. Ini, tidak bisa dipindahkan begitu saja, negara harus membuat aturan yang mengikat.

Baca Juga: Diduga Jadi Dalang Pembunuhan Mertuanya, WNA asal Amerika Serikat Diciduk Polisi

“Jadi terhadap warga yang mungkin bekerja tidak memiliki tanah juga harus ada klausul-klausul yang baik yang ditawarkan. Sementara warga asli bertahun-tahun punya tanah, enggak boleh diambil paksa. Ini negara harus memikirkannya,” kata Savic.

Sebelunya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

“Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam,” ujar Hadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis 14 September 2023.

Mantan Panglima TNI ini menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan HPL dari BP Batam.

Baca Juga: Promosi dan Mutasi 120 Pimti Pratama di Kemenkumham

Sementara itu, Menko Polhukam Moh. Mahfud MD menegaskan kasus di Rempang itu bukan penggusuran, tetapi pengosongan lahan, karena hak atas tanah itu telah diberikan oleh negara kepada entitas perusahaan sejak 2001 dan 2002.

“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang. Itu Tahun 2001, 2002,” kata Mahfud MD.

Namun pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain.

“Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok sehingga pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Padahal, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah,” kata Mahfud MD.***

Editor: Y. Dody Luber Anton

Tags

Terkini

Terpopuler