Catat, Beginilah Cara Para Ulama Sambut Bulan Suci Ramadhan

7 Maret 2024, 17:24 WIB
Ilustrasi ulama /Pixabay/

WARTA PONTIANAK - Bagi umat Islam, bulan Ramadhan merupakan anugerah agung dari Allah SWT kepada umat ini. Itulah sebabnya mereka yang mengetahui kenikmatan itu akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan amalan terbaik.

Para ulama salafush-shalih melakukan usaha yang sungguh-sungguh sejak jauh-jauh hari sebelum Ramadhan tiba. Tujuannya tak lain agar bisa melaksanakan amalan ibadah secara maksimal di bulan suci.

Baca Juga: Bulan Ramadhan: Bulan Penuh Berkah dan Kemuliaan

Salah satunya dengan membuat perencanaan yang cukup matang dalam menyambut bulan mulia itu.

Setelah Ramadhan berlalu pun para ulama tetap melakukan usaha-usaha yang masih berhubungan dengan amalan Ramadhan. Bulan suci ini sungguh istimewa bagi para ulama.

Enam Bulan Persiapan

Tekad para ulama amat kuat agar mampu memanfaatkan bulan Ramadhan semaksimal mungkin. Hal itu tercermin dari persiapan yang telah mereka lakukan di masa-masa yang cukup lama sebelum Ramadhan tiba.

Sejak enam bulan sebelumnya, para ulama sudah berdoa agar disampaikan kepada Ramadhan. Kerinduan mereka untuk bisa berjumpa kembali dengan bulan suci, menggambarkan betapa Ramadhan itu bulan nikmat yang amat agung.

Disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, “Sebagian salaf berkata bahwa mereka berdoa selama enam bulan agar sampai pada bulan Ramadhan.” (Latha`if al-Ma’arif, hal 376).

2 Bulan Sebelum Ramadhan

Di samping terus bermunajat, di bulan-bulan yang sudah mendekati Ramadhan, para ulama sudah mulai melakukan berbagai amalan yang sesungguhnya amat erat hubungannya dengan Ramadhan.

Misalnya dua bulan sebelumnya, yakni pada Rajab dan Sya’ban, merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dengan bulan Ramadhan.

Abu Bakr al-Warraq al-Balkhi berkata, “Bulan Rajab adalah bulan menyemai, bulan Sya’ban bulan untuk menyiram semaian, sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan menuai tanaman.”

Pernyataan lain dari al-Balkhi, “Perumpamaan bulan Rajab semisal angin, sedangkan permisalan bulan Sya’ban seperti awan yang mengandung air, dan permisalan bulan Ramadhan seperti hujan.”

Ada pula sebagian ulama yang berkata, “Tahun itu bagaikan sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu bersemi, bulan Sya’ban adalah waktu bercabang, sedangkan bulan Ramadhan adalah waktu memetik. Dan orang Mukmin adalah pemetiknya.” (Latha`if al-Ma’arif, hal 234).

Pernyataan para ulama di atas menggambarkan, keadaan seorang Muslim di bulan Rajab dan Sya’ban akan menentukan keadaannya di bulan Ramadhan. Bulan-bulan itu berkaitan erat.

Di bulan Rajab dan Sya’ban, doa agar sampai pada bulan Ramadhan tetap dilakukan. Ada sebuah Hadits yang masyhur:

Diriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Rasulullah ﷺ jika memasuki Rajab berkata, ‘Ya Allah, berkahilah untuk kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami kepada Ramadhan.’” (Riwayat Ahmad).

Al-Hafizh Ibnu Rajab menghukumi Hadits ini isnadnya dhaif, namun kemudian ia berkata, yang artinya; “Dan di Hadits ini terkandung dalil atas disunnahkannya berdoa di waktu-waktu yang memiliki keuatamaan, agar bisa memperoleh amalan shaleh di dalamnya.” (Latha`if al-Ma’arif, hal 234).

Sejak di bulan Rajab, para ulama sudah mengkondisikan diri untuk bersiap memasuki bulan Ramadhan. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari Imam Taqiyuddin as-Subki (756 H), ulama mujtahid Mazhab asy-Syafi’i.

Baca Juga: Penetapan Ramadhan Mungkin Beda, PBNU Imbau Umat Saling Menghormati

Kebiasaan Imam Taqiyuddin, di kala datang bulan Rajab, beliau tidak pernah keluar dari rumah kecuali untuk melakukan shalat wajib, dan hal itu terus berjalan hingga Ramadhan tiba.

Editor: Faisal Rizal

Tags

Terkini

Terpopuler