Tak Bayar Tagihan Listrik, Gedung Parlemen Ghana Diputus saat Rapat

3 Maret 2024, 16:46 WIB
Ilustrasi lampu listrik /Pixabay/

WARTA PONTIANAK - Perusahaan Listrik di Ghana memutus aliran listrik gedung parlemen Ghana disebabkan tunggakan tagihan yang mencapai 23 juta cedi atau sekitar Rp28 juta.

Pemutusan aliran listrik terseut saat anggota parlemen memperdebatkan pidato kenegaraan tahunan presiden pada Kamis 29 Februari 2024.

Baca Juga: Lima Lokasi di Kota Sanggau Longsor, BPBD Minta Warga Waspada

Rekaman video yang dibagikan media lokal menunjukkan para wakil rakyat melantunkan “Dumsor, dumsor”, yang artinya listrik padam dalam bahasa lokal Akan.

Beberapa menit kemudian generator cadangan menyalakan sejumlah lampu di ruangan rapat, tetapi kebanyakan ruangan lain tetap gelap hampir sepanjang hari sebelum akhirnya aliran listrik dipulihkan.

Direktur Komunikasi perusahaan listrik, William Boateng mengatakan pihaknya terpaksa memutus aliran listrik karena parlemen menolak untuk “menghormati permintaan pembayaran tagihan”.

Aliran listrik dipulihkan setelah parlemen membayar 13 juta cedi dan berjanji akan melunasi sisanya dalam waktu satu pekan, kata Boateng.

Pejabat keuangan parlemen Ebenezer Ahumah Djietror membantah pihaknya memiliki besaran tunggakan seperti yang dinyatakan tersebut.

Menurutnya, perusahaan listrik tersebut tidak beres dalam melakukan pencatatan pembayaran yang dilakukan oleh parlemen dan bersikeras mengatakan bahwa tunggakan tagihan listriknya hanya sekitar Rp14.250.000.

Perusahaan listrik Ghana, yang mengalami kesulitan keuangan disebabkan tunggakan tagihan, kerap memutuskan aliran listrik pelanggannya yang tidak melunasi kewajiban.

“Pemutusan aliran listrik berlaku untuk semua pihak, siapa saja yang tidak membayar tagihan maka petugas kami akan memutusnya,” kata Boateng.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Dalami Dugaan Adanya Pihak Lain di Kasus Pemalsuan Sertifikat Habib

Sementara itu penyedia listrik swasta punya piutang di perusahaan listrik negara sebesar $1,6 miliar atau sekitar Rp23 juta, menurut Elikplim Kwabla Apetogbor, pimpinan organisasi yang mewakili mereka. Juli tahun lalu mereka mengancam akan berhenti beroperasi apabila tagihan menggunung itu tidak dibayar.*

Editor: Faisal Rizal

Tags

Terkini

Terpopuler