Presiden Turki Erdogan : Media Sosial adalah Ancaman Utama bagi Demokrasi

- 12 Desember 2021, 12:59 WIB
Ilustrasi media sosial.
Ilustrasi media sosial. /Pixabay/LoboStudioHumburg

WARTA PONTIANAK - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut, bahwa media sosial merupakan salah satu ancaman utama bagi demokrasi.

Pemerintah Erdogan berencana mengusulkan perubahan Undang-undang untuk mengkriminalisasi penyebaran berita palsu dan disinformasi online. Namun, para kritikus mengatakan perubahan perundang-undangan yang diusulkan akan memperketat pembatasan kebebasan berpendapat.

Erdogan menyebut, ketika pertama kali muncul media sosial dipuji sebagai simbol kebebasan, tetapi sekarang telah "berubah menjadi salah satu sumber utama ancaman bagi demokrasi saat ini".

Baca Juga: Ciduk Pria Pembawa Pisau, Polisi Siprus : Tak Terkait dengan Kunjungan Paus Fransiskus

“Dalam hal ini, penting untuk menginformasikan kepada publik untuk memerangi disinformasi dan propaganda dalam kerangka kebenaran,” ujarnya seperti dikutip dari Aljazeera, Minggu 12 Desember 2012.

“Kami berusaha melindungi orang-orang kami, terutama bagian masyarakat yang rentan, dari kebohongan dan disinformasi tanpa melanggar hak warga negara kami untuk menerima informasi yang akurat dan tidak memihak," sambung Erdogan.

Komentar 'Tidak Diinginkan'

Presiden Turki yang sudah lama menjabat itu mengatakan jutaan nyawa orang "digelapkan" karena berita semacam itu menyebar dari "saluran yang tidak memiliki mekanisme kontrol yang efektif".

Baca Juga: Kasus Varian Omicron Pertama di Amerika Latin, Brasil Laporkan Dua Warga Terpapar

Turki mengesahkan Undang-undang tahun lalu yang mewajibkan platform media sosial memiliki lebih dari satu juta pengguna untuk memiliki perwakilan hukum dan menyimpan data di negara tersebut. Seperti diketahui, perusahaan media sosial raksasa seperti Facebook, YouTube dan Twitter telah mendirikan kantor di Turki.

Menurut laporan media pro pemerintah setempat, Undang-undang baru akan membuat penyebaran pelanggaran pidana disinformasi dan berita palsu dapat dihukum hingga lima tahun penjara.

"Itu juga akan membentuk regulator media sosial," ujar laporan tersebut.

Baca Juga: Pernah Jadi Informan AS, Ini Kisah Pemimpin ISIS Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurashi

Hingga saat ini, sebagian besar perusahaan media raksasa di Turki berada di bawah kendali pemerintah setempat, sehingga meninggalkan media sosial merupakan saluran penting bagi suara-suara yang berbeda pendapat.

Laporan Freedom on the Net dari Freedom House, yang diterbitkan pada bulan September 2021 lalu, mencirikan Turki sebagai negara yang tidak bebas, mencatat penghapusan konten yang kritis terhadap pemerintah dan penuntutan orang-orang yang memposting komentar “tidak diinginkan” di media sosial.***

Editor: Y. Dody Luber Anton

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x