Bahkan, lanjut Hermansyah, di dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan di Pengadilan Secara elektronik, tidak ada satupun klausul yang menyatakan bahwa tidak boleh saksi memberikan keterangan secara daring.
"Sejatinya hakim harus mempertimbangkan hal-hal seperti itu karena belum ada keputusan secara formal bahwa Indonesia bebas dari Covid-19," ungkap Hermansyah.
"Wajah peradilan tidak humanis dengan tata cara seperti itu," timpal akademisi yang juga menjabat Ketua Program Magister Hukum Untan Pontianak ini.
Baca Juga: Operasi Pekat Berakhir, Polres Kubu Raya Ungkap 32 Kasus
Hermansyah melanjutkan, jika saksi meminta untuk memberi keterangan secara daring pun dibenarkan.
"Sah-sah saja karena alasan normatifnya diatur oleh pertaruran Mahkamah Agung yang seharusnya ditaati oleh jaksa," ungkap Hermansyah.
Sementara itu, Guru Besar Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro Profesor Suteki menambahkan, jika alasan ketidakhadiran saksi dapat dinyatakan sah secara hukum, maka tidak ada alasan bagi hakim untuk melayangkan surat panggilan paksa untuk hadir secara fisik di persidangan.
Baca Juga: Kades Sungai Limau Mempawah Tutup Usia
Hal tersebut, sesuai dengan Ketentuan Perma Nomor 4 Tahun 2020, kehadiran saksi pun dapat dilakukan secara virtual dengan jaminan bahwa proses dan hasilnya tidak ada perbedaan antara pemeriksaan saksi secara fisik maupun secara daring atau online.
"Jadi, tidak ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum bila hakim memaksa saksi untuk hadir secara fisik di persidangan," kata Suteki.