Soroti Kontroversi Putusan Penundaan Pemilu, Pakar Hukum Tata Negara Desak KY Periksa Hakim PN Jakarta Pusat

- 6 Maret 2023, 22:34 WIB
Pakar hukum tata negara asal Kalbar DR. H. Rahmad Satria, SH, MH
Pakar hukum tata negara asal Kalbar DR. H. Rahmad Satria, SH, MH /Dody Luber/Warta Pontianak

WARTA PONTIANAK - Pakar hukum tata negara asal Kalbar DR. H. Rahmad Satria, SH, MH mendesak komisi yudisial (KY) agar memeriksa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengeluarkan putusan penundaan Pemilu 2024.

Menurutnya, keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu 2024 sangat kontroversial dan meresahkan masyarakat.

"Komisi yudisial harus turun tangan untuk melakukan pemeriksaan atau tindak lanjut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku terhadap majelis hakim yang memutuskan penundaan Pemilu 2024," ujar dosen fakultas hukum di salah satu Universitas terkemuka di Pontianak ini, Senin 6 Maret 2023.

Baca Juga: Kain Tenun Khas Pontianak Banyak Diminati di INACRAFT, Sutarmidji : Inovasi Produk dan Ikuti Tren

Ia mengatakan, dari sudut pandang tata negara, seharusnya KPU banding. Karena, keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu sifatnya mengikat.

"Jadi untuk membatalkan keputusan tersebut adalah banding maupun kasasi. Seharusnya, KPU ajukan banding," ujar pria yang menyandang gelar Doktor dari Universitas Diponegoro, Semarang ini.

Kemudian, keputusan PN Jakarta Pusat ini boleh dikesampingkan, karena bukan kewenangannya. Ia menyebut, Undang-undang Pemilu sudah terbit dan tahapannya sudah jelas dan itu adalah keputusan artinya beschikking. Beschikking itu sendiri bisa dibatalkan melalui PTUN atau Mahkamah Konstitusi.

"Mahkamah Konstitusi itu dianggap menggugat Undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi yang ada. Konstitusi UUD 1945 pasal 22 E telah menjelaskan bahwa Pemilu itu diatur oleh KPU," jelasnya.

Baca Juga: Mulai Program Transisi Energi, Ganjar Pranowo Serahkan PLTS Rooftop ke Ponpes di Kudus

Ditegaskannya, keputusan KPU itu konstitusional. Jadi, ketika ingin menggugat keputusan KPU prosedurnya adalah ke Mahkamah Konstitusi.

"Menggugat Undang-undang tentang Pemilu dan tahapannya ke Mahkamah Konstitusi yang bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 pasal 22 E. Kemudian pasal 24 C itu jelas juga bahwa Mahkamah Konstitusi punya kewenangan. Nah, inilah yang perlu dipahami dari sudut pandang tata negara," ujar dia.

Sementara, dari sudut pandang PN Jakarta Pusat adalah onrechtmatige daad atau
merupakan perbuatan melawan hukumnya saja. Namun, kalau secara perdata hanya dua, apakah perbuatan melawan hukum atau wan prestasi.

"Darimana kaitannya perbuatan melawan hukum KPU lalu terjadi penundaan Pemilu, logika hukumnya tidak masuk. Anggaplah partai Prima yang mengajukan gugatan, namun ini adalah kewenangannya Mahkamah Konstitusi kalau ingin merubah tahapan itu berdasarkan pasal 22 E dan 24 C UUD 1945," kata Rahmad.

Baca Juga: Usaha Mikro Punya Saldo ATM Maksimal Rp50 Juta, Simak! Syarat dan Cara Daftar KUR BRI 2023 di Link Ini

Jadi, keputusan untuk menggeser jadwal Pemilu bukanlah kewenangan PN Jakarta Pusat. Ia mengatakan, kewenangan itu ada di PTUN karena KPU bisa digugat karena keputusannya. Sehingga, ia berharap dengan adanya kasus ini, maka dapat terbukalah pemahaman tentang hukum tata negara.

Seperti diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima ke KPU. Dalam perkara perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu Pengadilan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 karena telah melakukan pelanggaran melawan hukum.

Selain itu, Pengadilan juga meminta KPU membayar ganti rugi sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.

Namun, berdasarkan informasi terbaru yang diterima, humas PN Jakarta Pusat mengatakan bahwa putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah karena KPU mengajukan banding.***

Editor: Y. Dody Luber Anton


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x