Meskipun Miliki Nikel, Indonesia Tak Otomatis Kuasai Pasar Mobil Listrik

- 27 April 2021, 21:33 WIB
ilustrasi nikel /Warta Ekonomi/Antara/Basri Marzuki
ilustrasi nikel /Warta Ekonomi/Antara/Basri Marzuki /

WARTA PONTIANAK - Faisal Basri, ekonom Indonesia mengatakan meskipun negara ini memiliki tambang nikel tetapi tidak secara otomatis menguasai pasar karena yang dibutuhkan industri mobil listrik dan komponen pendukungnya adalah iklim bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh nilai tambah lebih banyak.

"Ada kesan kalau bikin electric vehicle mesti produksi semua, seperti lokal konten. Tidak ada negara yang tiba-tiba menjadi negara industri yang unggul di otomotif, Jepang dan Jerman butuh ratusan tahun untuk menghasilkan kondisi sekarang," katanya dalam diskusi daring Peluang Ekonomi Pasca Leaders Summit on Climate, Selasa, 27 April 2021, dilansir dari Antara.

Dia menyarankan agar Indonesia menjadi bagian dari global supply chain dengan memilih komponen yang dapat memberikan nilai tambah paling tinggi.

"Kalau tiba-tiba ingin menjadi negara produsen utama mobil listrik, mimpi seperti itu mendekati ngawur," kata Faisal.

Baca Juga: Tak Ada Kegiatan Tambang, Alat Berat PT Borneo Mandiri Mineral di Desa Nanga Dua Terlantar

Dia mengungkapkan bahwa China kini sudah tobat menjadi pusat manufaktur terbesar di dunia, karena nilai tambah yang dinikmati oleh negara itu paling sedikit.

Produk Apple iPod misalnya, China hanya mendapatkan 7 persen dari total nilai perangkat tersebut. Sementara keuntungan terbesar justru dinikmati Korea Selatan yang memasok layar dan Taiwan yang menyuplai prosesor.

"Kalau kita siapkan infrastrukturnya, maka niscaya opportunity lebih banyak daripada ancaman. Tugas negara membawa transisi energi ini agar tidak menimbulkan shock dan pengangguran," kata Faisal.

Baca Juga: Kapolres Kapuas Hulu: Tindak Tegas Kontraktor Pengguna Material Hasil Tambang Ilegal

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x