Supremasi Kulit Putih dan Neo Nazi Adalah Ancaman Transnasional

- 22 Februari 2021, 21:23 WIB
Sekjen PBB Antonio Guterres.*
Sekjen PBB Antonio Guterres.* /Instagram @antonioguterres//Instagram @antonioguterres

WARTA PONTIANAK - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres pada Senin memperingatkan bahwa supremasi kulit putih dan gerakan neo-Nazi menjadi "ancaman transnasional" dan telah mengeksploitasi pandemi COVID-19 untuk meningkatkan dukungan bagi mereka.

Berbicara di depan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Guterres mengatakan bahwa ancaman bahaya dari kelompok-kelompok yang didorong kebencian semakin meningkat setiap hari.

"Supremasi kulit putih dan gerakan neo-Nazi lebih dari sekadar ancaman teror domestik. Mereka menjadi ancaman transnasional," kata Sekjen PBB di forum Jenewa, Senin, 22 Februari 2021, dilansir dari Antara.

Baca Juga: PBB Desak Militer Myanmar Hentikan Penindasan dan Bebaskan Ratusan Tahanan

Tanpa menyebut nama negara, Guterres menambahkan: "Saat ini, gerakan ekstremis ini mewakili ancaman keamanan internal nomor satu di beberapa negara."

Di Amerika Serikat, ketegangan rasial membara selama empat tahun masa kepresidenan Donald Trump yang bergolak.

Pengganti Trump, Presiden Joe Biden, mengatakan pengepungan Capitol AS pada 6 Januari oleh pendukung Trump dilakukan oleh "preman, pemberontak, ekstremis politik, dan para pendukung supremasi kulit putih".

Baca Juga: PBB Menyerukan untuk Menyelamatkan Rohingya yang Terapung di Laut Andaman

"Terlalu sering, kelompok-kelompok pembenci ini disemangati oleh orang-orang yang memiliki posisi bertanggung jawab dengan cara yang belum lama ini dianggap tak terbayangkan," kata Guterres.

"Kita membutuhkan tindakan terkoordinasi global untuk mengalahkan ancaman bahaya yang berkembang dan mematikan ini," ujar dia.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet pada 18 Maret akan melaporkan kepada Dewan HAM tentang rasisme sistemik terhadap orang-orang keturunan Afrika.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Akan Jatuhkan Sanksi Atas Kudeta Militer Myanmar

Penyelidikan global diluncurkan setelah George Floyd meninggal di Minneapolis Mei lalu ketika seorang polisi kulit putih berlutut di lehernya selama hampir sembilan menit.

Guterres juga menuduh pihak berwenang di beberapa negara menggunakan pandemi COVID-19 untuk mengerahkan "tanggapan keamanan dan tindakan darurat yang kejam untuk menghancurkan perbedaan pendapat".

"Kadang-kadang, akses untuk mendapatkan informasi COVID-19 yang bersifat menyelamatkan nyawa telah disembunyikan - sementara informasi yang salah telah diperkuat - termasuk oleh mereka yang berkuasa," kata Sekjen PBB.

Baca Juga: Pendukung Trump Serbu Capitol, PBB: Kami Prihatin ini Terjadi di Amerika

Guterres pun memperingatkan tentang kekuatan platform digital dan penggunaan serta penyalahgunaan data.

"Saya mendesak semua negara anggota PBB untuk menempatkan hak asasi manusia di pusat kerangka peraturan dan undang-undang tentang pengembangan dan penggunaan teknologi digital," katanya.

"Kita membutuhkan masa depan digital yang aman, setara, dan terbuka yang tidak melanggar privasi atau martabat," ujar Guterres.***

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x