[OPINI] Gerakan Sosial ‘Baru’: Restorasi Gambut

- 3 Januari 2021, 17:33 WIB
Dinamisator BRG Kalbar Hermawansyah (kaos putih les merah) saat berbincang dengan petani di Demplot Lahan Tanpa Bakar Desa Trimandayan, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas, Kalbar
Dinamisator BRG Kalbar Hermawansyah (kaos putih les merah) saat berbincang dengan petani di Demplot Lahan Tanpa Bakar Desa Trimandayan, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas, Kalbar /instagram @hermawansyah_wawan/BRG

Ketiga, paradigma interpretatif yang menganut sosiologi keteraturan dengan menekankan pada subjektivisme dalam analisis sosialnya. Kenyataan sosial, dalam pandangan paradigma yang sangat dipengaruhi Immanuel Kant ini muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang (subjektivis). Sehingga perubahan sosial dilakukan dengan terlebih dahulu mencari sifat paling dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subjektif dan kesadaran seseorang yang terlibat dalam perubahan sosial.

Keempat, paradigma struktural fungsional atau fungsionalisme – juga berakar pada sosiologi keteraturan – yang berorientasi melahirkan pengetahuan yang dapat diterapkan (pragmatis) untuk memecahkan permasalahan-permasalahan praktis.

 

Dinamisator BRG Kalbar saat bersama Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan
Dinamisator BRG Kalbar saat bersama Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan BRG

Sebagaimana disampaikan Fakih, paradigma ini berkaitan erat dengan teori pembangunan seperti human capital theory dan modernisasi. Menurut para penganutnya, masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri atas bagian yang saling berkaitan dan melengkapi.

Setiap bagian didalamnya berfungsi demi menjaga stabilitas dan perkembangan masyarakat. Relasi yang terjadi dari tiap bagian akan menyebabkan ketika satu bagian masyarakat berubah akan berpengaruh terhadap perubahan bagian lain untuk mencapai equilibrium. Oleh karenanya, konflik dalam paradigma fungsional harus dihindari karena dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan equilibrium. Paradigma yang dilandasi objektivisme ini berupaya melakukan rekayasa sosial dengan menekankan pada harmoni, stabilitas, dan keteraturan.

 

Jalan Alternatif Perubahan Sosial

Dari sejumlah paradigma yang dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial dipahami sebagai upaya memperbaiki relasi sosial yang ada di masyarakat – terlepas pilihan paradigma, teori, dan metode yang hendak digunakan. Perbaikan relasi sosial itu diharapkan akan melahirkan hubungan sosial baru yang berkeadilan – Fakih mengistilahkan ini sebagai transformasi sosial, yakni sebuah jalan alternatif perubahan sosial yang berporos pada masyarakat di tingkat tapak.

Dalam Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM di Indonesia, ia menyatakan bahwa transformasi sosial merupakan penciptaan hubungan ekonomi, politik, kultural dan lingkungan yang secara mendasar baru dan lebih baik (Fakih, 1996).

“Nothing   endures   but   change,” demikian   ujar   Herakleitos   menjustifikasi keniscayaan perubahan dalam setiap dimensi kehidupan manusia. Alam yang sangat dinamis meniscayakan adaptasi yang cepat pula.

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah