Integralisme memotori lahirnya sebuah gerakan yang lintas geografis, struktur yang lebih terbuka, desentralisasi, serta bebas sekat sektoral. Gerakan itu dinamai sebagai gerakan sosial baru atau new social movement. Kompleksitas paradigma, teori, metodologi, serta permasalahan yang dihadapi sudah melintasi dimensi yang dipahami sebelumnya.
Permasalahan ekosistem gambut, sebagai contoh, tak mungkin dilepaskan dari regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah, investasi berbasis hutan dan lahan, heterogentias manusia yang hidup diatasnya, pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan lahan gambut, faktor sejarah yang menghiasi setiap lapisannya, juga perkembangan teknologi yang kini begitu massif.
Gerakan sosial, menurut Anthony Giddens, merupakan upaya kolektif demi menggapai terwujudnya kepentingan bersama, mencapai tujuan bersama dengan cara tindakan kolektif (collective action) dan memposisikan diri sebagai gerakan yang berada di luar pemerintahan. Oleh Rajendra Singh, gerakan sosial dikategorikan menjadi gerakan sosial klasik, neo-klasik, dan kontemporer atau baru (Singh, 2010).
Kajian mengenai gerakan sosial baru muncul ke permukaan setelah gerakan skala besar atas isu-isu mendasar yang meliputi aspek humanis, kultural, dan non- materialistik. Sehingga, gerakan sosial baru bersifat lebih universal, dengan model yang tidak terjebak pada diskursus ideologi.
Dalam Gerakan Sosial: Teori dan Praktik, Abdul Wahib Situmorang memaparkan bahwa gerakan ini memiliki ciri utama sebagai berikut: pertama, menempatkan aksi gerakan sosial menjadi suatu aksi kolektif yang memiliki nilai positif dan rasional; kedua, mengoreksi serta mengkontekstualisasikan teori-teori gerakan sosial pada era sebelumnya; ketiga, kajian gerakan sosial kian beraneka ragam karena semakin banyaknya praktik gerakan dan studi gerakan sosial di luar wilayah Amerika dan Eropa; keempat, gerakan sosial baru mampu mengidentifikasi faktor yang memfasilitasi berkembangnya gerakan, kekuatan atau kelemahan dan keberhasilan atau ketidakberhasilan dari suatu gerakan sosial (Situmorang, 2007).
Sederhananya, gerakan sosial baru menjelma menjadi upaya kolektif untuk memperjuangkan isu-isu universal. Misalnya Hak Asasi Manusia, kesetaraan gender, kemiskinan, masyarakat adat, lingkungan hidup dan perubahan iklim, serta antikorupsi dan atau inisiatif global open government partnership (OGP). Gerakan sosial baru telah melampaui kutub-kutub paradigma yang ada, tidak hanya teori bahkan lintas mazhab agama.
Dalam Islam misalnya, perhatian terhadap upaya pengentasan kemiskinan dan pendidikan sudah sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan Khalifah penerusnya. Bahkan Syaidina Ali RA lewat ungkapan terkenalnya pernah mengatakan bahwa; ‘jika kemiskinan dan kebodohan itu berwujud seorang manusia, maka akulah orang pertama yang akan membunuhnya’.