Kelompok HAM Tuding Myanmar Blokir Bantuan kepada Warga Sipil yang Terlantar

- 11 November 2021, 12:02 WIB
Kelompok HAM Tuding Myanmar Blokir Bantuan kepada Warga Sipil yang Terlantar
Kelompok HAM Tuding Myanmar Blokir Bantuan kepada Warga Sipil yang Terlantar /

WARTA PONTIANAK - Sebuah kelompok hak asasi manusia terkemuka mengatakan militer Myanmar mungkin telah melakukan kejahatan perang di negara bagian Karenni timur dengan menangkap pekerja kemanusiaan dan menghancurkan persediaan makanan yang dimaksudkan untuk orang-orang terlantar akibat konflik.

Dalam sebuah laporan baru pada hari Rabu, Fortify Rights mengatakan militer Myanmar telah menangkap setidaknya 14 pekerja bantuan di negara bagian Karenni, juga dikenal sebagai Kayah, sejak merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari.

Berdasarkan lebih dari 20 wawancara dengan orang-orang terlantar, pekerja kemanusiaan dan anggota kelompok bersenjata, Fortify Rights mengatakan militer juga telah melakukan serangan pembakaran, menjarah properti sipil dan menghancurkan makanan, obat-obatan dan pasokan bantuan lainnya.

Baca Juga: Sultan Hassanal Bolkiah Sebut Myanmar Bagian dari Keluarga ASEAN

“Memblokir bantuan dan menargetkan pekerja kemanusiaan dalam konteks konflik bersenjata adalah kejahatan perang,” kata Ismail Wolff, Direktur Regional Fortify Rights.

Dikatakannya, Junta Myanmar menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional. PBB dan negara-negara anggota ASEAN harus segera mendukung bantuan darurat lintas batas bagi para pengungsi dan memastikan akuntabilitas atas kejahatan keji junta.

Dugaan pemblokiran bantuan terjadi di tengah pertempuran sengit di negara bagian Karenni antara militer dan kelompok bersenjata, termasuk milisi yang didirikan oleh warga sipil setelah kudeta, yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat.

Lebih dari 100.000 orang telah mengungsi di negara bagian timur dalam pertempuran yang sedang berlangsung. Tetapi alih-alih memfasilitasi bantuan yang menyelamatkan jiwa bagi para pengungsi konflik, militer telah mengambil “langkah-langkah nyata” untuk menolak akses warga sipil ke sana, menurut Fortify Rights.

Misalnya, katanya, militer menangkap tiga pekerja bantuan – dua wanita dan satu pria – di dekat Desa Pan Kan di Kotapraja Loikaw pada bulan Mei. Mereka tetap dalam tahanan, lima bulan kemudian.

“Kami semua takut untuk bekerja di bawah kondisi ini, tetapi kami melakukan sebanyak yang kami bisa,” kata seorang pekerja bantuan lokal yang mengetahui tentang penangkapan tersebut kepada Fortify Rights.

Halaman:

Editor: Faisal Rizal

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x