Hidup Dalam Bayang-bayang Label: ‘Orang Barak’

- 18 April 2021, 15:22 WIB
Karikatur Orang Barak
Karikatur Orang Barak /Sopian Lubis/Warta Pontianak

Kedatangan mereka sempat mendapat penolakan dari warga Rasau Jaya, karena tidak adanya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat setempat. “Kite (etnis Madura) dianggap akan menguasai daerah, kasar, dan terkenal same carok (berkelahi dengan menggunakan senjata tajam),” ujar Aswat. 

Baca Juga: Mahfud MD Geram saat Massa Pendung Habib Rizieq Shihab 'Geruduk' Rumah Ibunya di Madura

Warga yang menolak, ternyata mendapat informasi bahwa masyarakat Madura tersebut memiliki motivasi negatif. “Kami waktu itu menolak mereke, karne beredar di sinek (beredar kabar), mereke maok menguasai wilayah sinik (mereka ingin menguasai daerah ini). Sehingga kami menolak kedatangan 100 KK itu,” ungkap Rosita (43) satu diantara warga Sekunder C Desa Rasau Jaya III yang menolak warga relokasi. 

Dia menyebutkan, semula masyarakat menerima kedatangan para pengungsi dengan jumlah 60 Kartu Keluarga (KK). Namun, berselang beberapa pekan kemudian mereka mengajukan 100 lebih KK ke kepala desa. Masyarakat Rasau Jaya berunding dan mengambil keputusan untuk tidak menerima pertambahan jumlah pengungsi. 

Di bawah pimpinan Karno, warga Rasau Jaya, masyarakat bersama-sama berbicara dengan pemerintah untuk mencari jalan keluarnya. Masyarakat tetap menolak kedatangan 100 lebih KK, namun menerima 60 KK yang diajukan pada saat awal rencana relokasi. 

Selanjutnya 60 KK tersebut diminta untuk menandatangani perjanjian, agar sama-sama menjaga keamanan dan tidak melakukan tindakan buruk. Perjanjian ini juga turut ditandatangani oleh perwakilan masyarakat Rasau Jaya dan perwakilan pemerintah Kabupaten Mempawah (sebelum pemekaran wilayah menjadi Kabupaten Kubu Raya).

Baca Juga: Massa Pendukung Habib Rizieq Shihab 'Geruduk' Rumah Mahfud MD di Madura

Iin Sumirat, Kepala Desa Rasau Jaya III yang sudah menjabat selama empat periode, membenarkan hal tersebut. “Mereka datang atas persetujuan dari Kades terdahulu, dan diterimanya mereka setelah disepakati bersama sebuah perjanjian. Isi perjanjiannya, kalau ada melakukan hal yang buruk atau keributan, mereka bersedia dipindah atau diusir,”  ujarnya saat ditemui di Posyandu Rasau Jaya III, Senin (05/04/2021).

Krisis Identitas Hingga Depresi

Mengutip dari jurnal berjudul “Identitas dalam Konflik di Kalimantan Barat (Sebuah Pemetaan Konflik)” yang ditulis oleh Faraz Sumaya, setidaknya ada 17 konflik yang telah terjadi di Kalimantan Barat sejak tahun 1966 hingga 2008. Dari 17 konflik tersebut didominasi oleh konflik antaretnis. Konflik antaretnis Dayak-Madura menjadi konflik dengan jumlah korban terbanyak yang pernah terjadi di Kalimantan Barat. Imbasnya selama dua dekade terakhir etnis Madura mengalami stigma berupa pelabelan.

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga

Sumber: SEJUK


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah