BPM Kalbar Duga Ada Oknum Beking 2 Terdakwa Mafia Tanah yang Divonis Bebas

- 15 Mei 2022, 19:03 WIB
Ilustrasi mafia tanah.
Ilustrasi mafia tanah. /Pixabay/Mohamed_hassan

WARTA PONTIANAK – Ketua Barisan Pemuda Melayu Kalimantan Barat (BPM Kalbar), Gusti Eddy menyoroti peristiwa bebasnya IS (56) dan AB (50) dalam kasus dugaan mafia tanah.

Menurut Eddy, bebasnya dua terdakwa, diduga tidak lepas dari peran orang besar yang bermain dari balik layar kasus tersebut.

“Jangan coba-coba jadi beking mafia tanah, terlebih lagi melakukan langkah-langkah untuk mengintervensi hukum,” kata Gusti Eddy, saat ditemui, Minggu 15 Mei 2022.

Untuk itu, Gusti Eddy mengingatkan, bahwa hukum adalah panglima tertinggi, sehingga tidak boleh seorang pun melakukan intervensi, karena bisa dijerat dengan hukum pula.

"Sudahlah. Biarkan hukum yang bekerja. Sekarang kan sudah kasasi, jangan lagi digangu-ganggu. Biar lebih elok," tegas Gusti Eddy.

Apalagi, arahan dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk menggalakkan program berantas mafia tanah wajib untuk dipedomani dan dijabarkan dalam penegakan hukum.

Selain itu, Gusti Eddy meminta Komisi Yudisial untuk memonitor kinerja hakim di Kalimantan Barat. Khususnya perkara mafia tanah.

“Seharusnya melakukan pengawasan dan monitoring. Terlebih terdapat perwakilan Komisi Yudisial di Kalimantan Barat,” tegasnya.

Baca Juga: Rugikan Korban Rp2 Miliar, Dua Tersangka Perkara Mafia Tanah Ditahan di Rutan Pontianak

Sebelumnya, IS (56) dan AB (50), terdakwa kasus dugaan mafia tanah, yang merugikan korban Rp2 miliar divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).

Padahal sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalbar menunut pidana penjara 2,5 tahun dikurangi masa tahanan dan menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan serta penggelapan.

Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum pastikan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Latar belakang perkara

Baca Juga: Bareskrim Polri Tetapkan Dua Pejabat di Depok Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah

Perkara dugaan mafia tanah ini bermula tahun 2014. Saat itu, korban bernama Syukur, bertemu dengan AB dan IS atas perantara YN, mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektare depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.   

Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp250.000 per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp 200.000 per meter. 

“Saya tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertifikat, dijawab belum. Tapi, mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu milik mereka dan tidak bermasalah,” kata Syukur. 

Untuk meyakinkan Syukur, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh kepala desa setempat dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh kepala desa. 

Baca Juga: Kasus Mafia Tanah di Cakung Terungkap, Bareskrim Polri Tetapkan Sepuluh Tersangka

Keduanya juga menyanggupi dan berjanji akan mengurus sertifikat tersebut.

“Sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Lalu saya serahkan uang tunai sebesar Rp 300 juta, dengan dibuatkan bukti kwitansi,” ucap Syukur. 

Kemudian, lanjut Syukur, secara bertahap, sampai tahun 2016, telah diberikan uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB, dengan total Rp2,19 miliar. 

“Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” kata Syukur.

Petaka bagi Syukur tiba bulan Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain.

Baca Juga: Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir, Polisi : Pembeli Tak Mengetahui Sertifikat Rumah Hasil Kejahatan

Orang tersebut juga menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan.

Tak puas sampai di situ, Syukur juga segera mengkonfirmasi kepada pihak BTN Kubu Raya.

Dan ternyata, obyek tanah tersebut saat ini telah dikuasai orang lain berdasarkan sertifikat hak miliki bernomor 3.846, yang dikeluarkan pada tahun 1982. 

“Dari situ saya kemudian tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” ungkap Syukur.

Pihak IS dan IB tetap bersikukuh, bahwa tanah tersebut milik mereka dan malah kembali meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikat tanah.

Baca Juga: Kasus Mafia Tanah Keluarga Nirina Zubir, Polisi Jadwalkan Periksa Pembeli

Namun, Syukur tidak mau lagi kecolongan, dengan menyetop memberikan uang tambahan karena merasa telah ditipu, dan meminta uang yang sudah diterima IS dan AB sebesar Rp 2,19 miliar dikembalikan karena awalnya diyakinkan, bahwa jika tanah itu bukan milik mereka, uang akan dikembalikan.

Bahkan, upaya mediasi dan menunggu janji-janji dari IS dan AB memakan waktu hingga 4 tahun, tapi tak juga terealisasi. 

“Sampai sekarang uang itu tak pernah kembali. Selama 4 tahun, sempat beberapa kali dilakukan mediasi. Mereka hanya berjanji. Bahkan akhir-akhir ini IS dan AB tidak mau datang,” tutupnya. ***

Editor: Yuniardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah