Petani Sawit di Kaltim Rasakan Dampak Pelarangan Ekspor Kelapa Sawit

7 Mei 2022, 18:29 WIB
Ilustrasi : Petani Sawit di Kaltim Rasakan Dampak Pelarangan Ekspor Kelapa Sawit /tristantan/Pixabay

WARTA PONTIANAK – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melakukan penghentian ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Kebijakan itu mulai berlaku sejak Kamis, 28 April 2022 hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Sehingga dampak larangan pemerintah untuk ekspor Coconut Palm Oil (CPO), minyak goreng, Refined, Bleached, and Deodorised (RBD) palm oil, dan RBD palm olein, mulai dirasakan petani sawit di Kalimantan Timur (Kaltim).

"Sepekan sebelum Lebaran, kami sudah tidak bisa panen sawit. Tidak ada pengepul yang mau beli lagi," kata Petani Sawit, Wisnu Ponco Wisudo di Marangkayu, Kutai Kartanegara.

Menurutnya, meski kebijakan pemerintah ini bertujuan baik untuk meningkatkan ketersediaan dan menurunkan harga minyak goreng di pasar lokal, namun di sisi lain justru menggelisahkan petani.

Alhasil, beberapa tandan buah sawit yang sudah sempat dipanen rusak karena tidak terjual.

Akibatnya, beberapa kebutuhan Lebaran yang akan dibeli untuk anak dan istri terpaksa dibatalkan karena uang hasil penjualan sawit urung diterima.

Baca Juga: Malaysia akan Untung, Akibat Indonesia Larang Ekspor Minyak Sawit Mentah

Keluhan yang sama disampaikan petani sawit lainnya, Kalimantoro, di Muara Badak.

Bukan hanya kehilangan kesempatan mendapatkan uang untuk berlebaran, bahkan setelah Lebaran ini dia pun harus memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarganya jika larangan ekspor tidak segera dicabut.

"Kami berharap bisa segera dicabut atau diatur lebih baik lagi agar minyak goreng dalam negeri aman dan kami bisa menjual hasil sawit kami. Tidak seperti sekarang ini," kata Kalimantoro mengeluh.

Dikutip dari Antara, Sabtu 7 Mei 2022, sebelum adanya penghentian pembelian sawit oleh para pengepul, harga beli Tandan Buah Segar (TBS) turun drastis menjadi sekitar Rp1.800 per kg.

Baca Juga: Bupati Landak Panen Perdana Peremajaan Sawit Rakyat

Padahal sebelum adanya kabar larangan ekspor sawit itu, harga TBS bisa mencapai Rp2.900 di tingkat pengepul di desa-desa.

Seorang pengepul sawit di Marangkayu, Hary Setiawan mengatakan, mereka tidak bisa membeli sawit karena tidak ada juga pengusaha yang mau membeli sejak adanya larangan ekspor tersebut.

"Biasa saya kirim ke Muara Badak. Tapi sekarang mereka tidak terima barang. Tentu saya gak mau ambil risiko. Kalau tidak terjual sawit akan rusak. Beda dengan karet," kata Hary.

Hary berharap, kran ekspor kembali dibuka oleh pemerintah agar eksportir sawit bisa mengirim sawit lagi ke luar negeri dan mereka bisa mengais untung dari biji-biji sawit tersebut.

Baca Juga: Diduga Tanah Dicaplok Perusahaan Sawit, Warga Hadang Iring Iringan Wakil Bupati Ketapang

Sejumlah pengamat ekonomi nasional juga memprediksi kebijakan larangan ekspor ini tidak akan bertahan lama, sebab lambat laun kebijakan ekstrem ini juga akan berdampak kurang baik terhadap perekonomian nasional. ***

Editor: Yuniardi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler