Ternyata Impor Kedelai di Indonesia Sudah Dilakukan Sejak Lama

- 12 Januari 2021, 16:17 WIB
Produk kedelai kalengan buatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 1980-an.
Produk kedelai kalengan buatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 1980-an. /Hendaru Tri Hanggoro/Historia.id/

Baca Juga: Kabar Duka, Salah Satu Produser Film di Netflix Tewas, Diduga Diracun Lewat Sedotan

BULOG memegang monopoli impor kedelai dan harus menjaga harga kedelai lokal agar tetap bisa bersaing dengan kedelai impor. Dalam urusan penentuan harga kedelai pun, BULOG tak berdaya menghadapi tekanan hukum permintaan dan penawaran.

“Harga komoditas kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah. Harga kedelai sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar, yang tergantung pada permintaan dan penawaran (demand and supply),” catat Tahlim Sudaryanto dan Dewa K.S. Swastika dalam “Ekonomi Kedelai di Indonesia” yang dimuat dalam Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan.

Baca Juga: Bidik Potensi Pasar Musik di Mozambik, KBRI Maputo Gandeng Produsen Gitar Indonesia

Kondisi tersebut membuat harga kedelai impor selalu lebih rendah daripada kedelai lokal. Petani menjadi tak begitu tertarik untuk memproduksi lebih banyak kedelai. Sebab, tak banyak untung dari memanen kedelai. Mereka lebih memilih menanam jagung karena harganya lebih kompetitif dan menguntungkan.

Sementara itu, angka perbandingan pertumbuhan produksi dan konsumsi kedelai sepanjang dekade 1970–1990 juga jomplang. Angka konsumsi selalu lebih tinggi daripada angka produksi.

Tahlim Sudaryanto mengungkapkan tingkat produksi kedelai Indonesia sebenarnya pernah mengalami penurunan beberapa kali sejak 1992 hingga puncaknya pada 1998. Tetapi penurunan konsumsi itu terjadi karena penurunan ketersediaan kedelai impor.

Baca Juga: Kerukunan Berbatas Pagar, Cerita Keharmonisan Dari Pontianak

Turunnya volume impor kedelai secara otomatis menurunkan volume persediaan (penawaran) dalam negeri. Konsumsi pun menyesuaikan dengan ketersediaan kedelai di dalam negeri. Untuk mengatasi itu, pemerintah mengakhiri monopoli impor kedelai di tangan BULOG pada 1998, dan swasta ikut berperan dalam menentukan tinggi rendahnya jumlah impor kedelai.

Pemerintah menerapkan bea impor nol persen. Kebijakan liberalisasi ini membuat kedelai impor kian membanjiri Indonesia. Sebagian besar berasal dari Amerika Serikat. Kemudian pada 2004, pemerintah menghapus subsidi dan kredit lunak untuk palawija termasuk kedelai, yang menyebabkan biaya produksi kedelai di dalam negeri meningkat, sehingga daya saing usaha tani kedelai semakin lemah. Hal itu ditulis Dewa K.S. Swastika dan kawan-kawan dalam “Perdagangan Internasional Kedelai” termuat dalam Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Hingga hari ini, Indonesia masih terbelit produksi kedelai nasional.***

Halaman:

Editor: Y. Dody Luber Anton

Sumber: Historia.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah