Laporan Riset: Resolusi Konflik Perkebunan Kelapa Sawit di Kalbar Belum Efektif

- 19 Januari 2021, 21:19 WIB
Ilustrasi kelapa sawit dan banjir Kalsel.
Ilustrasi kelapa sawit dan banjir Kalsel. /Kolase Antara Aceh/Syifa Yulinnas dan Pixabay/Imaresz/

Meskipun perusahaan telah diwajibkan—baik secara hukum maupun standar industri kelapa sawit—untuk mendapatkan persetujuan masyarakat, tidak semua perusahaan melakukan upaya tersebut, sehingga masyarakat merasa bahwa mereka dicurangi atas tanah mereka.

Di beberapa kasus, perusahaan cenderung mengandalkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak mewakili anggotanya, tidak memberikan informasi yang lengkap atau keliru terkait dampak-dampak dari pembangunan perkebunan, menggunakan intimidasi oleh preman, atau kurangnya transparansi pembayaran kompensasi ke masyarakat.

Baca Juga: Ketua DPD Minta Penegak Hukum Selidiki Perusahaan Sawit Pembakar Hutan

Dari keluhan tersebut, solusi apa yang umumnya diminta oleh masyarakat? Temuan penting dari studi ini adalah bahwa dalam menyuarakan keluhan yang disebutkan di atas, secara umum masyarakat tidak menolak pembangunan kelapa sawit atau meminta penghentian operasi perkebunan.

“Dalam banyak kasus, permintaan utama masyarakat adalah untuk mendapatkan timbal balik yang lebih baik dari manfaat perkebunan kelapa sawit: misalnya, masyarakat menginginkan pembagian keuntungan yang lebih atau implementasi skema plasma yang lebih baik,” ujar Ward.

Selain itu, masyarakat juga menuntut kompensasi yang lebih baik atas tanah mereka yang hilang, meminta (sebagian) dari tanah mereka dikembalikan, dan meminta perusahaan agar lebih banyak berkontribusi kepada masyarakat lokal dalam hal peluang kerja dan manajemen buruh yang lebih baik.

Baca Juga: Empat Korporasi Perkebunan Kelapa Sawit di Kalbar Dipidana

“Pola ini menunjukkan juga bahwa pada umumnya masyarakat tidak menginginkan perkebunan untuk hengkang secara keseluruhan. Sebaliknya, mereka ingin mendapatkan timbal balik yang lebih baik atas tanah yang telah mereka kontribusikan untuk pembangunan perkebunan sawit,” terang ward.

Laporan riset juga menjelaskan, bahwa masyarakat umumnya menyuarakan keluhan mereka secara damai, melalui demonstrasi dan audiensi dengan pihak berwenang di tingkat lokal.

Namun penelitian ini menemukan sebuah kecenderungan yang mengkhawatirkan, yaitu para pemimpin protes seringkali dikriminalisasi oleh polisi dan manajemen perusahaan: terjadi penangkapan anggota masyarakat di 31 persen konflik yang diteliti di Kalbar, mencakup 94 kali penangkapan.

Halaman:

Editor: M. Reinardo Sinaga


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah