Baca Juga: Kemenag Kembangkan Aplikasi Deteksi Dini Konflik Agama
Sebaliknya, bahwa mediator profesional dengan kapasitas yang terlatih untuk memediasi konflik, jauh lebih lebih efektif dalam memfasilitasi penyelesaian konflik kelapa sawit.
Tim peneliti POCAJI memberikan beberapa rekomendasi tentang bagaimana pencegahan penyelesaian konflik dapat ditingkatkan. Untuk mencegah konflik lebih lanjut, laporan kebijakan ini merekomendasikan agar pemerintah daerah dapat memastikan bahwa perusahaan benar-benar mendapatkan ‘persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan’ atau FPIC dari masyarakat setempat sebelum memulai operasi; dan memantau dengan baik implementasi skema kerjasama inti-plasma.
Untuk meningkatkan penyelesaian konflik, laporan ini merekomendasikan perlu dibentuk lembaga mediasi atau desk resolusi konflik di tingkat provinsi atau kabupaten; meningkatkan kapasitas pihak berwenang di tingkat lokal dalam menyelesaikan konflik secara baik; pemerintah lokal agar bisa menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang tidak kooperatif dalam penyelesaian konflik.
“Kemudian perlu penegakan hukum yang lebih profesional dan terhindar dari tekanan informal dari aktor bisnis,” tegas Ahmad.
Baca Juga: Dubes Azerbaijan Sebut Resolusi DK PBB Solusi Akhiri Konflik Nagorno-Karabakh
Peran pemerintah kabupaten
Kepala Dinas Perkebunan Kalbar Heronimus Hero mengatakan, harusnya pemerintah kabupaten yang lebih memiliki peran strategis dalam mencegah dan menyelesaikan konflik. Sebab hampir semua wewenang evaluasi berada di pemerintah kabupaten.
“Wewenang lebih memang sudah ada di kabupaten, kunci utama penyelesaian konflik itu di kabupaten,” kata Hero.
Hero menyebut, pemerintah kabupaten bisa mengevaluasi, apakah perusahaan tersebut telah memberikan manfaat kepada semua pihak, artinya perusahaan untung, masyarakat sejahtera dan ekonomi maju.